[Baca kisah bagian 1 di sini]
Bintang bisa datang dari mana saja. Kesimpulan itu bisa diambil jika melongok perkenalan Taufik Hidayat dengan bulutangkis. Keakrabannya dengan olahraga tepok bulu diasah di lapangan yang berlokasi di halaman pabrik tahu.
Pulang ke Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat membangunkan masa kecil Taufik. Juga ketika dia pulang kampung pada pertengahan November kemarin. Kala itu, dia sekaligus membagi-bagikan kacamata untuk anak sekolah di sana. Kenangan tentang ibu guru, teman skeolah, dan bagaimana dia mengenal bulutangkis pun mengemuka lagi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kegemaran itu muncul setelah ayahnya, Aries Haris, melarang Taufik melarang dia bermain sepakbola. Tapi, ada satu lapangan yang justru lebih melekat di dalam benak Taufik.
“Lapangan di sebelah pabrik tahu. Lokasinya lebih jauh tapi lebih ramai,” kata Taufik.
“Main di lapangan itu enggak bisa curang. Sebab garisnya pakai bambu, kalau shuttlecock-nya menyentuh garis akan bunyi 'kan,” ucap juara dunia 2005 itu kemudian tertawa.
Tapi, rupanya Taufik tak lagi menjumpai lapangan di halaman pabrik tahu itu. Lapangan yang lokasinya ada di tepi jalan raya tapi berada di kontur yang lebih rendah itu sudah ditumbuhi rumput lebat. Tak ada tanda-tanda lokasi itu sering diinjak. Garis-garis yang jadi pembatas lapangan itu juga sudah tak ada.
“Ini menjadi ide untuk mengembangkan bulutangkis di Pangalengan. Bagaimanapun ini rumah saya. Papa juga tak mau meninggalkan Pangalengan. Bagaimanapun saya anak kampung sini,” ucap mantan pebulutangkis yang meraih dua kali juara Piala Thomas itu.

[Bersambung]
(fem/a2s)