Abdul Halim: Berlari Kencang Dalam Gelap

Abdul Halim Dalimunthe tak menyangka dapat menggapai status sebagai atlet papan atas Tanah Air. Dahulu, ia hanya seorang tukang pijat.

Halim, panggilan akrabnya pun mengajak detikSport untuk melihatnya berlatih dan bercerita mengenai perjalanan hidupnya hingga menjadi seorang atlet lari andalan Indonesia.

Halim, 33 tahun, bercerita bahwa dahulu ia pernah seorang tukang pijat. Pijat Tunanetra. Pemasukan pun cuma mengandalkan panggilan.

Menyadari penghasilannya sebagai tukang pijat pas-pasan, Halim mulai merintis jalan menjadi atlet.

Halim ingat, saat belum buta total, pernah melihat kantor National Paralympic Committee (NPC) Jawa Barat di seberang asrama tempatnya tinggal. Dari cerita seorang teman, dia pun tahu kalau NPC menjadi tempet menggembleng orang-orang disabilitas menjadi seorang atlet tangguh.

Halim, yang memang doyan berolahraga, pernah berlatih sepakbola di Sekolah Sepakbola (SSB), mendaftar. Dia diarahkan untuk berlatih lari. Pelatih menilai Halim memiliki kemampuan lari yang menjanjikan.

Saat itu Halim masih menekuni profesinya sebagai tukang pijat. Pagi dan sore ia habiskan untuk terus berlatih, dan diantara waktu itu ia pun masih bekerja jika ada panggilan yang membutuhkan tenaganya untuk memijat.

Mendekati Pekan Paralimpiade Daerah 2010, dia pun makin giat berlatih. Mati-matian. Apalagi, statusnya juga sudah tak lajang lagi. Halim diketahui telah menikah pada 28 September 2018.

Tapi, karena status menikah itu pula, Halim tak bisa meninggalkan profesinya. Agar dapur pengantin baru itu tetap ngepul, Halim tetap menerima order memijat.

Perjuangan Halim membuahkan hasil. Dia lolos seleksi dan layak dinilai layak bergabung dengan tim Kota Bandung. Dia turun di lari 100 meter, 200 meter dan lompat jauh. Halim jadi nomor satu di nomor-nomor itu. Prestasinya diganjar bonus Rp 30 juta.

Melihat nominal bonus dan apresiasi masyarakat kepada dirinya yang difabel, yang dulu bahkan pernah dianggap 'kamu bisa apa sebagai tunanetra', Halim pun bertekad untuk bisa menembus persaingan nasional. Hasratnya terwujud.

Akhirnya, Halim memutuskan untuk fokus menjadi atlet lari Indonesia. Tak main-main ia pun mewakili Indonesia di ASEAN Para Games 2013 di Myanmar dan berhasil memboyong 2 medali emas. Halim pun berhasil mengoleksi perunggu dari Asian Para Games 2014 dan 2 emas dari ASEAN Para Games 2017 di Kuala Lumpur. Kini, ia fokus untuk mengharumkan nama Indonesia di Asian Para Games 2018.

Abdul Halim Dalimunthe tak menyangka dapat menggapai status sebagai atlet papan atas Tanah Air. Dahulu, ia hanya seorang tukang pijat.
Halim, panggilan akrabnya pun mengajak detikSport untuk melihatnya berlatih dan bercerita mengenai perjalanan hidupnya hingga menjadi seorang atlet lari andalan Indonesia.
Halim, 33 tahun, bercerita bahwa dahulu ia pernah seorang tukang pijat. Pijat Tunanetra. Pemasukan pun cuma mengandalkan panggilan.
Menyadari penghasilannya sebagai tukang pijat pas-pasan, Halim mulai merintis jalan menjadi atlet.
Halim ingat, saat belum buta total, pernah melihat kantor National Paralympic Committee (NPC) Jawa Barat di seberang asrama tempatnya tinggal. Dari cerita seorang teman, dia pun tahu kalau NPC menjadi tempet menggembleng orang-orang disabilitas menjadi seorang atlet tangguh.
Halim, yang memang doyan berolahraga, pernah berlatih sepakbola di Sekolah Sepakbola (SSB), mendaftar. Dia diarahkan untuk berlatih lari. Pelatih menilai Halim memiliki kemampuan lari yang menjanjikan.
Saat itu Halim masih menekuni profesinya sebagai tukang pijat. Pagi dan sore ia habiskan untuk terus berlatih, dan diantara waktu itu ia pun masih bekerja jika ada panggilan yang membutuhkan tenaganya untuk memijat.
Mendekati Pekan Paralimpiade Daerah 2010, dia pun makin giat berlatih. Mati-matian. Apalagi, statusnya juga sudah tak lajang lagi. Halim diketahui telah menikah pada 28 September 2018.
Tapi, karena status menikah itu pula, Halim tak bisa meninggalkan profesinya. Agar dapur pengantin baru itu tetap ngepul, Halim tetap menerima order memijat.
Perjuangan Halim membuahkan hasil. Dia lolos seleksi dan layak dinilai layak bergabung dengan tim Kota Bandung. Dia turun di lari 100 meter, 200 meter dan lompat jauh. Halim jadi nomor satu di nomor-nomor itu. Prestasinya diganjar bonus Rp 30 juta.
Melihat nominal bonus dan apresiasi masyarakat kepada dirinya yang difabel, yang dulu bahkan pernah dianggap kamu bisa apa sebagai tunanetra, Halim pun bertekad untuk bisa menembus persaingan nasional. Hasratnya terwujud.
Akhirnya, Halim memutuskan untuk fokus menjadi atlet lari Indonesia. Tak main-main ia pun mewakili Indonesia di ASEAN Para Games 2013 di Myanmar dan berhasil memboyong 2 medali emas. Halim pun berhasil mengoleksi perunggu dari Asian Para Games 2014 dan 2 emas dari ASEAN Para Games 2017 di Kuala Lumpur. Kini, ia fokus untuk mengharumkan nama Indonesia di Asian Para Games 2018.