Dalam kariernya Dodo--panggilan akrabnya--telah menjuarai berbagai kejuaraan baik di level nasional maupun internasional. Sebut saja gelar juara di Kejuaraan Dunia Pencak Silat tahun 2000 di Vietnam, medali emas SEA Games XXI tahun 2001 di kelas 50-55 kilogram, dan PON XV tahun 2000.
Nah, terjunya Dodo ke dunia yang membesarkan namanya tersebut rupanya diakibatkan karena kesukaannya menyaksikan aksi film-film Indonesia bertema laga.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nah, saat masuk sekolah SMP 268 (Sekolah Menengah Pertama), Jakarta, gayung bersambut. Di sekolah ada ekstrakurikuler pencak silat, dari situ saya masuk dan mulai mempelajarinya," kenangnya.
Setelah mengenal lebih dalam dunia pencak silat, Dodo pun mengaku benar-benar kepincut dengan pencak silat. "Kalau mulai jatuh cintanya justru simpel banget. Ketika saya sudah bisa menirukannya dan mempraktekkan dengan benar di depan teman-teman. Disitu saya mulai jatuh cintanya."
Kecintaan Widodo terhadap pencak silat kian menjadi-jadi setelah diajak sang pelatih, Bondan Wirawan, menyaksikan secara langsung Kejuaraan Dunia di Jakarta Convention Centre (JCC).
"Awalnya saya juga belum tahu kalau pencak silat dipertandingkan secara internasional, diajak pelatih ke JCC. Saat itu saya sangat terkagum-kagum, setelah itu saya mulai bertekad suatu saat mau jadi juaranya. Itu saat masih SMP.
"Saya mulai giat berlatih, makanya kalau pelatih pencak silat di sekolah, Bondan Wirawan, bilang saya itu nyusahin banget ya memang benar karena saya selalu ingin tahu dan berlatih terus," tutur Dodo.
Kecintaan, tekad, dan kerja keras tak langsung membuatnya jadi jago. Ia pun sempat mengalami kegagalan saat mengikuti Kejuaraan Pelajar IKIP Jakarta, 1993. "Tapi dari situ saya mulai memotivasi diri, bahkan kalau lihat perjalanan saya sampai dikeluarkan dari sekolah hingga drop out kuliah, ya karena untuk bisa meraih mimpi itu," tegasnya.
Pengorbanan tersebut lantas berproses pada segudang prestasi yang ia torehkan. Sayang di tengah perjalanannya sebagai atlet, Widodo harus dihadapkan dengan kenyataan pahit: ia diagnosis sinusitis dan vertigo.
Konsentrasinya pun mulai beralih. Ia mulai berpikir untuk menyelesaikan pendidikan yang sebelumnya belum bisa ia kejar. Tahun 2004, Widodo mundur jadi atlet pencak silat.
Kini, Widodo tak lagi tercatat sebagai atlet pencak silat meskipun kiprahnya untuk memajukan olahraga tersebut masih berkobar di hatinya. Hal itu pun berusaha ia salurkan dalam profesinya saat ini yakni sekretaris umum Suku Dinas Olahraga dan Pemuda Jakarta Barat.
Di tempatnya bekerja sekarang Widodo juga bertugas membina pencak silat di Jakbar. Kerja kerasnya sejauh ini cukup membuahkan hasil mengingat adanya peningkatan perolehan medali di ajang Pekan Olahraga daerah (Porda) DKI Jakarta untuk daerah Jakbar. Padahal, akunya, sebelum dirinya bekerja di Sudin Jakarta Barat, wilayah itu tak banyak berprestasi.
"Tapi dari situ saya punya tekad untuk membenahi kepengurusannya, paling tidak kita punya satu visi dulu, untuk membangkitkan olahraga. Tahun 2009 itu kita berhasil dapat 3 emas, 2011 lima emas, kemarin 2013 kami dapat 9 emas. Makanya saya sebenarnya sampai sekarang amazing banget. Padahal yang saya lakukan cuma merangkul, komunikasi, dan meyakinkan mereka, kalau mau maju berbuat saja dulu," jelasnya.
Kini, tekad Widodo untuk berbuat lebih semakin memuncak. Ia ingin pencak silat Indonesia bisa lebih unjuk gigi di kancah internasional . "Perkembangan pencak silat dari zaman saya sampai sekarang sudah bagus. Tapi memang kita punya masalah dengan kemasannya. Kayak film The Raid itu bukan film kita, tapi kita harus tetap berterima kasih dan bangga, karena akhirnya pencak silat kita bisa dikenal di luar. Kembali lagi ke kemasan.
"Jadi menurut saya harusnya ada ke-legowo-an dari pengurusnya sendiri karena sampai sekarang belum ada yang berani. Pencak silat itu engga kalah keren kok. Olahraga ini full body kontak. Mukul dapat poin, tendang dapat poin, justru itu menarik. Makanya cita-cita saya ingin ke sana, menduniakan pencak silat," harapnya.
(mcy/krs)