Dalam perbincangan dengan detiksport, Rabu (13/7/2016), Manajer Sirkuit Sentul, Ananda Mikola, menyayangkan kabar pembatalan tersebut, yang bersumber dari surat Dorna kepada pemerintah Indonesia, yang dalam hal ini adalah Kemenpora.
Diberitakan sebelumnya, dalam suratnya Dorna menyebut Sentul belum menyerahkan masterplan yang disyaratkan sampai batas waktu 30 Juni lalu. [Baca: Dorna Nilai Sentul Belum Layak, MotoGP Indonesia Batal di 2017]
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Pada kesempatan yang sama juga beredar surat Kemenpora kepada Dorna -- dalam bahasa Inggris --, yang mempertanyakan kelayakan Sentul, sekaligus menyodorkan Palembang sebagai opsi lain venue MotoGP Indonesia untuk musim 2018 dan 2019.
![]() |
Nanda menyatakan keheranannya, kenapa Kemenpora baru berkirim surat kepada Dorna pada tanggal 1 Juli, sedangkan sejak awal sudah diketahui bahwa deadline-nya adalah 30 Juni.
"Sebelum kami menyusun masterplan, kami tentu berharap ada kepastian hukum dulu bahwa Sentul diputuskan sebagai venue 2017. Maksudnya, jangan sampai kami siapkan, tapi ternyata di kemudian hari dibatalkan," tutur Nanda yang juga mantan pebalap nasional itu.
"Kami pun selalu berkomunikasi ke Pak Gatot (S. Dewa Broto, Deputi IV Bidang Olah Raga Prestasi Kemenpora). Di awal Juni saya beberapa kali mengingatkan beliau untuk segera berkirim surat kepada Dorna. Tapi, respons Pak Gatot 'nanti, sedang disusun, masih direvisi'.
"Makanya kami sangat kecewa dan menyayangkan, kenapa kok Kemenpora baru berkirim surat per 1 Juli. Deadline-nya ya sudah lewat dong. Coba kalau mereka mengirim lebih awal, kami pasti sudah bisa menyerahkan masterplan yang diminta Dorna," tambahnya.
Nanda juga mengatakan, sejak mereka bertemu Menpora Imam Nahrawi pada 11 April lalu, dan dipastikan sebagai venue untuk 2017, pihak Sentul terus menyiapkan semua rencana-rencananya, mulai dari rancangan renovasi sirkuit sampai skema pembiayaan.
"Sudah kami sampaikan sejak awal, Sentul sudah pasti akan melakukan perombakan besar pada trek dan fasilitas-fasilitas lain. Dan harap dicatat, kami tidak pernah minta APBN untuk renovasi sirkuit. Kami sudah mendapatkan sponsor-sponsor swasta yang akan berkontribusi untuk menyukseskan event yang mengatasnamakan nama bangsa ini. Tapi, tolong dong, kami diberi payung hukum, supaya sponsor-sponsor itu juga mendapat kepastian," tambah Nanda.
"Termasuk untuk kewajiban event fee, yang dari awal sudah disepakati akan dibayarkan oleh Kementerian Pariwisata. Bahkan kami sudah mendapat tawaran dari perusahaan dari Spanyol, namanya Harvest, yang ingin menjadi sponsor. Mereka bahkan siap menalangi dulu event fee, sampai negara siap mencairkan event fee tersebut. Kami kurang support apa ya?"
Atas kelambanan Kemenpora dalam berkomunikasi dengan Dorna, Nanda merasa Sentul dikorbankan dan menganggap pemerintah bersikap ambigu, karena di saat bersamaan mereka juga terus menyodorkan Palembang sebagai opsi venue yang lain, meskipun hingga kini wujudkan belum jelas.
"Kami kok ya merasa, sejak awal pemerintah sudah ragu-ragu untuk mendukung Sentul, karena ada alternatif yang lain kah? Tapi, karena alternatif lain itu belum jelas, makanya kepastian Sentul diulur terus, untuk memberi kesempatan agar alternatif lain itu menjadi lebih jelas.
"Ambiguitas pemerintah ini menjadi bumerang bagi Sentul karena memberikan efek negatif kepada investor yang sebenarnya sudah banyak masuk ke kami. Kami sangat kecewa dan menyayangkan hal ini," ujar Nanda.
(a2s/krs)













































