Kenangan dan Sentilan Arbi tentang Titel All England

Kenangan dan Sentilan Arbi tentang Titel All England

- Sport
Sabtu, 08 Mar 2014 00:42 WIB
Jakarta - Haryanto Arbi menjadi tunggal putra Indonesia terakhir yang menjuarai ajang All England. Sudah 20 tahun catatan positif itu tak lagi didapatkan oleh wakil Indonesia lainnya dari sektor yang sama.

β€œWah benarkah sudah 20 tahun? Saya malah nggak merasa sudah selama itu saya dapat juaranya. Belum ada lagi ya tunggal putra yang mendapatkannya,” tanya Arbi kepada detikSport, Jumat (7/3/2014).

Jangankan mencapai final, tak satupun wakil tunggal putra menjejak perempatfinal ajang yang bergulir di Birmingham, Inggris itu. Dionysius Hayom Rumbaka terhenti di putaran kedua. Bermain di National Indoor Arena, Hayom dihentikan wakil Korea Selatan Won Ho Son 16-21, 21-14, 10-21 pada Jumat (7/3/2014) dinihari WIB.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tommy Sugiarto dan Sony Dwi Kuncoro bahkan tersingkir lebih awal. Tommy gagal menghadang Gao Huan (China) 13-21, 21-10 dan 18-21. Dia mengaku terganggu dengan cedera tulang telapak kaki kanan yang sudah membekap sejak dua pekan sebelum terbang ke Inggris. Sony tunduk dari Wang Zhengming (China) 11-21, 10-21.

Kegagalan tiga wakil Merah Putih itu membuat penantian titel juara kian panjang. Arbi sebagai yang terakhir membuatnya pada 1994. Waktu itu terjadi all Indonesian final dengan pertemuan versus Ardy B. Wiranata. Keberhasilan itu sekaligus menjadi sukses Arbi mempertahankan gelar dengan kemenangan Joko Supriyanto di tahun sebelumnya.

Taufik Hidayat nyaris mengulang pada 1999 dan 2000. Namun, dua kali final, dua kali pula dia gagal. Niat Taufik kandas di tangan pebulutangkis Denmark Peter Gade pada 1999, dan setahun kemudian pupus oleh Xia Xuanze (China).

Tapi, rupanya Arbi sudah memprediksi tunggal putra sulit mengulang sukses itu pada All England tahun ini. Torehan para pemain tunggal di ajang yang lebih rendah jadi alasannya.

Β β€œTerlalu muluk untuk membuat target menjadi juara All England, sebab para pemain tunggal putra ini bahkan belum bisa jadi juara di grand prix,” kata pemilik apparel Flypower itu.

β€œKalau memang latihan dua kali sehari masih kurang ya latihan tiga kali, kalau masih kurang juga latihan empat kali sehari. Setelah juara baru tahu latihan harus seberapa. Para pemain ini jangan manja,” ujar pria 42 tahun itu.

Rupanya selain faktor teknis, Arbi juga berbekal aspek nonteknis. Gengsi All England dan aroma juara yang ditularkan Liem Swie King yang mendapatkan tiga kali juara--1978, 1979 dan 1981--jadi penyemangat.

β€œSaat menjadi juara All England waktu itu, persaingan di level nasional sudah sulit. Itu membuat saya percaya diri. Kami yang ada di Kudus juga tertantang untuk menyamai langkah pemain senior Liem Swie King yang sudah juara lebih dulu.

β€œApalagi All England itu selalu mempunyai atmosfer yang berbeda. All England bahkan lebih ngetop dari Kejuaraan Dunia. Saya yakin saat ini suasana itu juga masih ada, setiap pebulutangkis akan menganggap All England lebih bergengsi maka tekanan psikologisnya pun akan lebih tinggi,” ucap Arbi.

(fem/cas)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads