Indonesia tersingkir di babak perempatfinal Piala Uber setelah takluk 0-3 dari tuan rumah India dalam pertandingan yang dilangsungkan Kamis (22/5/2014).
Hasil tersebut bukan cuma memusahkan asa Indonesia untuk mengakhiri puasa gelar Piala Uber sejak 1996, melainkan juga memunculkan kerisauan tersendiri. Dengan tim Uber Indonesia sudah disingkirkan empat tim berbeda dalam lima keikutsertaan terakhir di ajang tersebut (Korea Selatan, China, Jepang, dan India), ada indikasi bahwa kekuatan pemain putri negara-negara lain kian bertambah dan di saat yang sama para pemain putri Indonesia boleh jadi malah stagnan dan sulit bersaing.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk meningkatkan (kemampuan pemain) lagi, secara teori ilmu olahraga sudah tak bisa. Tapi bagaimana mengembalikan para pemain kepada performa terbaik yang pernah dicapai di level yang terbaik," tutur manajer tim Uber Imelda Wiguna.
"Terutama menyangkut otot tangan dan kaki. Ingat ya, tidak cuma otot tangan, tapi kaki. Kalau ingin mencapai sesuatu ada harga yang harus dibayar. Tinggal bagaimana mereka menjalani semua yang diberikan pelatih. Mau atau tidak? Tidak ada pilihan lain," tegasnya.
Menurut mantan pemain putri andalan Indonesia di nomor ganda campuran dan ganda putri tersebut, Pelatnas saat ini juga tak lagi memiliki sosok teladan yang bisa jadi panutan para juniornya.
"Seharusnya ada role model. Biasanya pemain topnya dan biasanya mereka punya attitude yang baik. Dulu ada Minarti Timur yang sangat disegani. Tapi sekarang?" ujar pengurus PB Jaya Raya Jakarta itu balik bertanya.
(fem/krs)











































