Namun, pada pertandingan yang digelar di Istora Senayan, Senin (30/5/2016), pasangan ini kalah dari Kim Astrup/Line Kjaersfeldt (Denmark) dengan kedudukan 12-21 dan 12-21.
"Senang bisa main di Indonesia Open. Tahun lalu saya dan adik saya masih jadi penonton dari atas (tribun), tapi sekarang saya bisa bermain di bawah (lapangan) itu rasanya senang sekali," Lyanni di Istora, Senin (30/5).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lyanny mengatakan awal mulai bermain bulutangkis sejak duduk di bangku kelas 6 Sekolah Dasar. Saat itu ia dikenalkan oleh orangtuanya dan hanya berlaku sebagai penonton. Namun darah memang tidak bisa dibohongi. Kesukaan olahraga tepok bulu itu tak bisa dihindari.
Kelas 1 SMP, Lyanny mulai serius menekuni olahraga tersebut dan kerap bertanding di berbagai ajang bulutangkis. Kecintaannya kepada bulutangkis semakin besar setelah dirinya berani memutuskan untuk kembali ke Indonesia.
"Sekitar 4-5 tahun lalu saya putuskan ke Indonesia karena saya ingin masuk timnas. Di Jepang sulit menjadi pemain timnas karena harus ganti kewarganegaraan Jepang. Akhirnya saya pilih pulang dan memulai berkarier jadi pebulutangkis profesional," ungkapnya.
Menjadi pemain timnas pun bukan perkara gampang di Indonesia. Turnamen demi turnamen ia lewati. Termasuk mengikuti turnamen Junior Master 2014. Sayang, dia gagal masuk pelatnas Cipayung karena hanya menjadi runner-up.
"Dulu pernah hampir masuk ke Cipayung karena katanya juara 1 dan 2 Junior Master bisa langsung masuk. Tapi, ternyata hanya juara satunya saja," kata dia.
Namun, hal itu tak membuat Lyanny putus harapan. Ia bahkan memiliki harapan besar untuk menjadi pemain dunia. "Ya, om-om (Paman) saya juga dulu masuk pelatnas di usia yang cukup matang. Mereka bilang, peluang saya masih terbuka lebar. Mudah-mudahan ke depannya saya bisa masuk pelatnas dan membela Indonesia," pungkasnya seraya tersenyum.
(mcy/roz)