Richard, 48, diakui sebagai pelatih bertangan dingin. Telah banyak pemain ganda campuran yang diasuhnya menempati level atas pada persaingan dunia. Paling akhir, dia berhasil mengantarkan Tontowi/Liliyana meraih emas olimpiade.
Dengan kepiawaiannya memoles pemain, tak sedikit negara atau klub asing menawarkan gaji tinggi untuk memanfaatkan tenaganya. Namun, Richard tak berniat sedikitpun untuk menerima pinangan itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dulu pernah, ada beberapa negara yang menginginkan saya menjadi pelatih negara mereka. Salah satunya Jepang. Tapi kalau sekarang negara lain mana berani mengajukan lamaran kepada saya, mereka tahu PBSI tidak akan mengizinkan. Saya juga tidak akan mau," ucap Richard dalam obrolan dengan detikSport.
"Saya sudah senang di sini, senang di rumah, dan dekat dengan keuarga. Kalau melatih di negara lain bisa-bisa baru tiga bulan sekali dapat bertemu keluarga, seperti adik saya itu. Saya memang suka di sini dan merasa tak cocok hidup di luar negeri.
"Saya tak takut dengan besarnya tekanan dari publik. Justru tekanan itu yang membuat hidup lebih hidup dan memaksa saya untuk berinovasi menciptakan sistem latihan yang bisa melahirkan pemain juara," tutur Richard.
Richard sudah masuk barisan pelatih pelatnas PBSI memang jauh sebelum olimpiade 2000. Namun, dia lebih dulu menjadi asisten pelatih. Mandat sebagai pelatih dipercayakan mulai tahun 1997. Olimpiade 2000 Sydney dengan Minarti Timur dan Tri Kusharjanto sebagai jagoan Indonesia menjadi pertaruhan pertamanya. Waktu itu, Minarti/Tri Kus mempersembahkan medali perak.
(fem/krs)











































