Taufik Hidayat, Alan, dan Minarti Timur pun Terjerat Magis All England

All England

Taufik Hidayat, Alan, dan Minarti Timur pun Terjerat Magis All England

Femi Diah - Sport
Senin, 06 Mar 2017 14:32 WIB
Foto: Julian Finney/Getty Images
Jakarta - Daya magis All England menjerat para pemain kelas dunia setiap tahunnya. Taufik Hidayat, Alan Budikusuma, dan Minarti Timur jatuh karenanya.

Taufik adalah satu pemain tunggal terbaik di jagat bulutangkis. Kemampuannya dibuktikan dengan meraih medali emas Olimpiade 2004 Athena. Sukses itu menjadi puncak karier setelah gelar-gelar juara turnamen individu lain dan deretan titel yang diperolehnya kemudian.

Bukan cuma raihan titel yang menjadi magnet Taufik buat publik. Pukulan kedut dan backhand yang dimainkannya tak hanya mematikan lawan, tapi sudah menjadi tontonan bak pagelaran orkestra di panggung-panggung musik dunia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT



Ditambah, Taufik mendapatkan seteru-seteru yang sepadan di masa jayanya. Suami Ami Gumelar itu tumbuh dan bersaing dengan pemain-pemain yang melegenda, Lin Dan, Lee Chong Wei, dan Peter Gade. Tak sedikit yang menilai persaingan tunggal putra di masa itu belum terulang lagi saat ini.

Daya tarik Taufik, 35 tahun, masih ditambah dengan bumbu dari luar lapangan. Namanya wira-wiri dalam tayangan infotainment pesohor dari dunia hiburan.

Namun magnet Taufik redup di All England. Juara dunia 2005 itu belum sekalipun menjadi juara turnamen bulutangkis tertua itu. Taufik belum sekalipun menjadi juara All England. Laju paling jauh dibuatnya sebagai runner-up, pada tahun 1999 dan 2000. Dalam gelaran 1999, Taufik dikalahkan Gade dari Denmark kemudian setahun kemudian dia kandas di tangan Xia Xuanze (China).

Senada, Alan Budikusuma, 48 tahun, yang sukses meraih medali emas Olimpiade 1992 Barcelona juga belum sekalipun menjadi juara di All England.

Juara dunia 1993 itu malah 'hanya' mampu menembus babak semifinal sebagai prestasi terbaiknya di All England. Alan mencatatkannya pada 1992 dan 1994.

"Ha ha ha, kalau yang ini saya kalah sama Susy (Susanti, istri Alan). All England itu turnamen tua, memiliki historis yang membuat orang merasa kalau berhasil menjadi juara akan menjadi sesuatu yang luar biasa. Turnamen itu menjadi tidak mudah, karena prestise, wibawanya, dan auranya," kata Alan.

"Apa yang dimiliki All England itu masih awet sampai sekarang karena terus diwariskan oleh para senior kepada kami yang muda-muda waktu itu. Semua itu menambah ketegangan," tutur Alan.
Tri Kusharjanto/Minarti Timur saat tampil dalam All England 1997Tri Kusharjanto/Minarti Timur saat tampil dalam All England 1997 Foto: Julian Finney/Getty Images

Minarti Timur, 48 tahun, juga mengalami jeratan serupa. Minarti yang sempat tampil pada nomor tunggal dan ganda campuran bersama Tri Kusharjanto tak bisa melepaskan diri dari magis All England.

"Dulu saat bermain pada nomor tunggal mainnya di Wembley London. Suasananya memang lain dengan lapangan yang digunakan. Terasa lebih angker," tutur Minarti.

"Setelah pindah ke Birmingham dan bermain pada nomor ganda, stadionnya tak terlalu angker tapi aura yang dibawa sebagai turnamen tertua dan bergengsi turut pindah. Prestise banget kalau bisa menang dan juara All England," tutur Minarti yang kembali ke All England sebagai asisten pelatih tunggal putri pelatnas pada gelaran 2017 ini.


(fem/nds)

Hide Ads