Saat akan tampil pada All England 1992, Susy menjadi juara bertahan dua gelaran serupa sekaligus. Susy berangkat dengan ambisi mencetak hat-trick juara.
Namun, menjelang babak pertama kondisinya malah drop. Susy demam sejak dalam perjalanan menuju Inggris. Penampilannya pun tidak maksimal di babak pertama. Susy berhenti di babak 16 besar dikalahkan pemain China Zhaoying dengan skor 11-5, 5-11, 5-11.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Susy Susanti saat masih menjadi andalan Indonesia Foto: AFP PHOTO/Peter PARKS |
"Saya pernah mengalami seperti Jonatan Christie. Jadi tahun 1992, saya terpaksa melepas All England karena sakit. Kejadiannya hampir sama dengan Jonatan, bahkan kondisinya itu saya saat di perjalanan berangkat ke sana. Saya demam," kata Susy.
"Hal itu di luar ekspektasi saya. Tidak tahu pas badan drop atau ketularan di pesawat, tetapi saat di sana saya sudah demam tinggi," kata Susy.
"Sebenarnya saya bisa saja walkout (WO) tetapi dipaksa main tetapi dengan hasil itu," ungkapnya.
Susy menyesal jika mengenang hal itu. Apalagi, All England adalah salah satu turnamen bergengsi.
"Menyesal pasti lah. Tetapi saat itu kan langsung saya bayar dengan emas di Olimpiade Barcelona di tahun yang sama," ujarnya.
"Tetapi poinnya adalah kalau sudah sakit ya lebih baik tidak perlu main. Apalagi kalau situasinya seperti itu. Ya, istilahnya kondisi kita harus dijaga karena kalau terjadi apa-apa akan lebih fatal lagi. Jadi harus lebih aware dengan fisik kita sendiri," imbuh istri dari legenda bulutangkis Alan Budikusuma ini.
Kekecewaan itu ditumpahkan Susy dalam Olimpiade 1992 Barcelona yang bergulir setelahnya. Susy juga membayar kenangan buruknya dengan merebut kembali juara All England pada tahun-tahun berikutnya, 1993 dan 1994.
"Momen terindah pasti saat saya menjadi juara ya. Saya dulu masih merasakan saat di Wembley arena ya dua kali. Karena di sana (Wembley) itu auranya luar biasa sekali dan memang betul. Makanya, suasana All England tidak bisa kita dapatkan dimana pun," ungkapnya.
"Khususnya di Wembley ya. Mungkin saat ini tidak bisa kita rasakan lagi, karena sudah berpuluh-puluh tahun dan menjadi kenangan saja," ungkap dia.
Selain karena juara empat kali, Susy menilai keangkeran Wembley membaut All England sangat berkesan baginya.
"Wembley itu sudah menjadi tempat bersejarah, soalnya dari pertama. Jadi berapa puluh tahun digelar di sana. Gedungnya juga kalau dibilang angker, suasananya agung, penontonnya juga sopan," kata Susy yang kini berstatus ibu tiga anak tersebut.
Jadi orang-orang itu masuk ke lapangan saja sudah merinding karena merasakan suasananya yang begitu agung, ya angker, elegan, tapi di situlah kelebihannya All England ini. Beda banget dengan turnamen lain.
"Mungkin karena waktu itu sudah banyak dan sudah bertahun-tahun. Sekitar 10 tahun sejak 1988 saya ikut All England, sudah enggak lah ya (merinding). Tetapi kalau ditanya tentang turnamen, ya All England itu menjadi kejuaraan favorit saya. Bukan untuk saya saja, semua atlet pasti berpikir yang sama karena itu tertua. Jadi secara prestisius dan membanggakan," ucap perempuan 46 tahun itu.
(mcy/fem)












































Susy Susanti saat masih menjadi andalan Indonesia Foto: AFP PHOTO/Peter PARKS