Indonesia Open Super Series Premier akan kembali bergulir. Turnamen bulutangkis berhadiah total USD 1 juta itu dihelat mulai 12-18 Juni.
Tak seperti biasa, Indonesia Terbuka kali ini dihelat di JCC Plenary Hall, Senayan, Jakarta, bukan di Istora seperti biasanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bahkan pasangan sekelas Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir pun belum bisa menembus keangkeran Istora. Makanya, Liliyana sangat penasaran bisa menjadi juara Indonesia Open bersama Tontowi.
"Saya sama Owi (sapaan karib Tontowi) bisa hat-trick All England dan juara dunia di negeri orang, masa tidak bisa sih juara di negara sendiri," kata Liliyana.
Kesulitan itu memang dialami Liliyana belakangan ini. Liliyana belum pernah lagi menjadi juara Indonesia Terbuka sejak 2005. Waktu itu, dia naik podium tertinggi saat masih berpasnagan dengan Nova Widianto.
Jika tak muncul juara di JCC nanti, maka Indonesia akan mencatatkan diri dengan hasil terburuk di Indonesia Open: periode paceklik gelar terpanjang dalam sejarah.
Hasil itu akan menambah derita para pebulutangkis Indonesia setelah hasil buruk di Piala Sudirman. Untuk pertama kalinya, Indonesia tersingkir di fase grup ajang bulutangkis beregu campuran dua tahunan di Gold Coast bulan Mei lalu.
Selain itu, tantangan lain yang harus dihadapi para pemain tuan rumah adalah penonton. Suporter bulutangkis Indonesia dikenal sangat fanatik dan bisa segera berubah haluan ketika pemain yang didukung tampil buruk.
Renovasi Istora untuk menyambut Asian Games 2018 dianggap sebagai celah untuk menjadi juara Indonesia Open bersama Owi oleh Liliyana.
"Mumpung lagi pindah venue, siapa tau hokinya di sini karena kemarin banyak yang bilang Istora angker buat kami," ujar Liliyana.
(fem/din)











































