Indonesia meraih dua gelar di ajang Kejuaran Dunia Bulutangkis Junior 2017 pada 9-22 Oktober lalu. Pasangan Rinov Rivaldy/Pitha Haningtyas Mentari lebih dulu memastikan gelar di nomor ganda campuran, sebelum disusul Gregoria Mariska Tunjung di nomor tunggal putri untuk mengakhiri paceklik gelar selama 25 tahun.
Berkaca dari pengalaman sebelumnya, kebanyakan atlet yang bersinar di level junior kemudian meredup ketika naik kelas senior. Agar hal itu tak terulang, Christian Hadinata mewanti-wanti sejumlah hal, khususnya kepada pelatih.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Untuk itu, pentingnya peran pelatih untuk benar-benar cerdas dalam memprogramkan jenjang si atlet dari awal dia masuk level senior. Program pertandingan plus kelengkapannya, bukan cuma fisik dan teknis terutama non-teknisnya. Karena bila sudah masuk jenjang senior sangat besar kemungkinannya menghadapi lawan yang lebih tangguh dan berat," dia menjelaskan.
Christian mengatakan memang pastinya di awal para pemain akan merasakan kekalahan lebih dulu. Namun, justru di situ lah perhatian khusus diperlukan.
"Karena jangan sampai ekspektasi kita dengan melihat hasil di junior luar biasa ternyata di senior begini-begini saja. Itu yang tak boleh terjadi. Coba lihat ada mantan juara dunia junior, di senior kurang cemerlang. Seperti seperti Alfian Eko Prasetya/Gloria Emanuelle Widjaja dan Edi Subaktiar/Melati Daeva Oktaviani saat mereka masuk senior tak mencapai level yang diharapkan. Ini yang kami harap generasi baru ini (Gregoria atau Rinov) tak mengalami hal yang sama seperti generasi sebelumnya."
Pelatih juga disebut Christian harus bijaksana dan cerdas dalam mengatur turnamen yang akan diikuti atlet. Menurutnya, mengirim atlet ke turnamen-turnamen bukan sekadar soal jam terbang, tetapi juga harus memerhatikan kualitas.
"Lebih baik sedikit tapi berhasil. Itu akan lebih membuat atlet percaya diri daripada banyak tapi hasilnya tak maksimal," ujar peraih juara dunia ganda campuran dan putra tahun 1980 ini.
Jarak antarturnamen yang diikuti pun menurut Christian juga harus diperhatikan. Menurutnya, jarak harus diatur sedemikian rupa sehingga meskipun sedikit pertandingan tapi bisa mencapai peak performance yang tepat.
"Untuk itu, persiapannya pun paling tidak satu bulan menuju pertandingan, termasuk luar negeri. Dengan catatan dalam menghadapi turnamen berurutan seperti super series sebisa mungkin hasilnya di turnamen pertama harus baik, minimal semifinal. Karena bila sudah tersingkir di babak- babak awal kondisinya sudah lama dan menurun. Apalagi di Eropa latihan tak mudah karena pelatih masih menunggu rekannya yang masih bertanding. Sedangkan jika masuk semifinal dan final juga motivasi akan lebih baik," dia mengimbau.
(mcy/nds)











































