Final ganda campuran pada Asian Games 2014 di Gyeyang Gymnasium, Incheon, Korea Selatan, Senin (20/9/2014) masih tersimpan rapi dalam ingatan Tontowi dan Liliyana. Bukan kenangan manis, namun sebaliknya, begitu pahit.
"Butuh waktu berbulan-bulan itu untuk melupakan. Waduh berat untuk melupakan, berat," kata Liliyana sembari menepuk dahinya dengan tangan kanan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
[Baca Juga: Liliyana Natsir: Emas Olimpiade adalah Gelar Tertinggi, tapi...]
Tapi rupanya, kesalahan demi kesalahan yang secara bergantian dibuat oleh Tontowi dan Liliyana membuat lawan mampu mengimbangi perolehan poin 13-13. Kemudian, Owi/Butet, sapaan karib Tontowi/Liliyana, malah tertinggal dan kandas di game pertama dengan skor 16-21.
Game kedua bergulir lebih sulit bagi pasangan Indonesia. Medali perak resmi didapatkan pasangan Indonesia itu setelah Butet tak berhasil mengembalikan smes kencang Zhang Nan.
"Hasil di Asian Games itu sangat menyesakkan karena ajang itu merupakan turnamen prestisius padahal ada kesempatan, eh nggak dapat," Liliyana menambahkan.
![]() |
Dari Asian Games 2014 itu, Indonesia meraih dua medali emas. Secara mengejutkan emas justru datang dari ganda putri Nitya Krishidna Maheswari/Greysia Polii dan ganda putra Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan. Bagi Hendra, emas itu menjadi koleksi kedua dia, dengan empat tahun sebelumnya meraih bersama Markis Kido di Guangzhou.
Bagi Tontowi dan Liliyana, kesempatan untuk memperbaiki hasil akhir di Asian Games terbuka lebar. Mereka memiliki modal kuat menuju Asian Games 2018 di Jakarta dan Palembang pada Agustus tersebut.
Kini, mereka masih melangkah bersama dengan tingkat kepercayaan satu sama lain yang melonjak drastis. Kepercayaan diri Owi melambung. Keyakinan Liliyana terhadap Owi juga meroket.
Ya, nyaris saja, Liliyana melepaskan peluang itu. Dia sempat menyatakan telah merasa cukup kenyang dan puas dengan torehan prestasi di bulutangkis usai meraih emas Olimpiade 2016 Rio de Janeiro. Butet siap menyerahkan tongkat estafet kepada pemain putri yang lebih muda.
[Baca Juga: Richard Mainaky Soal Ganda Muda dan Pasangan Eksperimennya]
Permintaan sang pelatih, Richard Mainaky, dan Tontowi, agar Butet bertahan mampu meluluhkan hatinya. Liliyana, yang pada 9 September 2017 berulang tahun ke-32, teguh bertahan pada jalurnya. Dia siap mengulang tekanan besar rutin mendera selama setahun penuh dalam periode pengumpulan poin Olimpiade.
Liliyana menyadari kondisi fisiknya tak lagi seprima dua tahun lalu. Kini, dia harus lebih berhati-hati setelah untuk kali pertamanya dibekap cedera serius sepanjang kariernya. Liliyana dibekap cedera lutut kanan saat tampil di semifinal China Terbuka 2016, tak lama setelah Olimpiade Rio.
Selain itu, dia memahami harus lebih piawai menjaga rasa lapar untuk menjadi juara dengan berderet-deret predikat jawara yang dimilikinya. Begitu pula Tontowi. Mengamini pendapat masyarakat Indonesia, Owi dinilai tak hanya sukses di dalam lapangan, namun juga di luar lapangan. Dia memiliki istri berhijab dan dua orang putra. Dengan hadiah dari pertandingan dan bonus Olimpiade, serta sponsor, kebutuhan memenuhi susu anak dan bahkan hobinya menunggangi motor gede tak sulit untuk dipenuhi.
"Saya, dengan umur di atas 30 tahun, diakui atau tidak sulit untuk me-maintenance, fisik dan terutama ini ya (sambil menunjuk kepala) rasa kepengen jadi juara harus ekstra," ujar Butet.
Tontowi juga yakin dengan modal emas Olimpiade semestinya emas Asian Games bisa didapatkan. Bukan mau takabur, namun Owi bertekad untuk memberikan kado terbaik kepada negara dan 'istri' di lapangan, Liliyana.
"Apapun, Ci Butet soulmate saya. Kini kami berfokus menuju Asian Games, mumpung tuan rumah dan siapa tahu itu menjadi Asian Games terakhir saya bersama Ci Butet. Semua harus ditutup dengan indah," ujar Tontowi.
(fem/krs)