Adalah zona museum, yang sengaja dipasang oleh panitia penyelenggara Indonesia Open. tak cuma satu, panpel menyediakan dua bagian untuk zona museum itu, yakni di pintu masuk ke Istora dan di lantai dua.
Kemasannya juga berbeda. Jika di lantai bawah dekat pintu masuk Istora hanya berupa tulisan-tulisan terkait sejarah Indonesia Open pertama kali berdiri hingga pemain yang pernah mencatatkan namanya sebagai juara maka di lantai dua dibuat seperti pameran foto para pemain di Indonesia Open. Foto-foto itu menunjukkan pemain yang pernah juara hingga belum pernah mencicipi kampiun. Hanya bedanya, jika foto bisanya dipasang di pigura. Di Indonesia Open, foto dipasang dalam sebuah kotak yang berdesain televisi. Di mulai dari foto Susy Susanti, Lee Chong Wei, Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir, hingga Tommy Sugiarto.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketua Panitia Penyelenggara Indonesia Open, Achmad Budiharto, mengatakan itu merupakan gagasan mantan pemain bulutangkis yang juga kerap menjadi komentator Yuni Kartika.
"Jadi, kami terinspirasi. Saat kami di Jepang dan All England juga sudah mulai menjajakan soal sejarah tapi mereka lebih general dan tidak sedetail kami," kata Budiharto di Istora, kompleks Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Kamis (18/7/2019).
"Nah, ini kami hadirkan mulai edisi tahun ini. Indonesia Open tahun lalu kan belum ada museum ini," ujar dia.
Sebagai gambaran, Indonesia pernah berjaya di tahun 1980-an. Sejak pertama kali Indonesia Open digelar 1982, tunggal putra Indonesia selalu langganan meraih gelar. Sebut saja Ardy B Wiranata yang sudah mencatatkan enam kali juara sepanjang 1982 sampai 2008.
Begitu juga dengan Taufik Hidayat meraih jumlah gelar yang sama, 1999, 2000, 2002-2004, dan 2006. Sementara itu, di nomor ganda putra, Ricky Subagdja/Rexy Mainaky merajai dengan mengoleksi empat gelar pada saat 1993-1994, 1998-1999.
Namun, Indonesia justru makin sulit untuk mendapatkan gelar juara. Pada 2014-2016, malah Indonesia pernah nirgelar.
"Ya, kami mulai mengajak semua stakeholder untuk tahu tentang sejarahnya, kami berharap bisa membangkitkan lagi rasa bangga dan cinta mereka terhadap bulutangkis Indonesia. Zona museum ini misalnya," ujar dia.
"Apalagi dari jumlah juara paling banyak. itu supaya paling tidak kasih tahu orang bahwa kita dulu pernah berjaya dan juara. Sekarang tantangan kami adalah bagaimana orang-orang bangga dengan itu," dia menambahkan.
Selain itu, kata Sekretaris Jenderal PBSI ini, dijajakannya sejarah Indonesia Open ini juga bisa menjadi pisau bermata dua.
"Jadi, di satu sisi ini kebanggaan, di sisi lain jadi timbul pertanyaan 'kok dulu juara terus sekarang belum'. Itu tantangan juga buat kami, atlet, pengurus, pelatih agar termotivasi juga," Budiharto menjelaskan.
(mcy/fem)