Djoko Santoso: Dari Panglima Tentara, lalu Komandan Tepok Bulu

ADVERTISEMENT

Djoko Santoso: Dari Panglima Tentara, lalu Komandan Tepok Bulu

Mohammad Resha Pratama - Sport
Minggu, 10 Mei 2020 19:50 WIB
Djoko Santoso
Djoko Santoso, dari barak menuju lapangan bulutangkis ( Zunita Putri/detikcom)
Jakarta -

Bulutangkis Indonesia berduka menyusul kepergian Djoko Santoso. Djoko pernah lekat dengan olahraga tepok bulu saat meneruskan tradisi "jenderal" di PBSI.

Diberitakan sebelumnya, Djoko menghembuskan napas terakhirnya di RSPAD Gatot Soebroto, Minggu (10/5/2020) pagi WIB. Djoko sempat dalam perawatan intensif usai operasi karena pendarahan di otak.

Meninggal di usia 67 tahun, Djoko meninggalkan nama yang harum di TNI. Sebagai lulusan akademi militer pada 1975, karier Djoko terbilang melesat cepat ketika berdinas di Kostrad (Komando Strategi Angkatan Darat).

Setelahnya, Djoko menjabat sebagai Komandan Yonif Linud 330/Kostrad di tahun 1990. Lalu dia juga pernah menjadi Assospoldam Jaya di tahun 1995 hingga Panglima Kodam Jaya pada tahun 2003.

Di tahun 2005, ia naik jabatan menjadi Kepala Staf TNI Angkatan Darat. Puncak kariernya adalah ketika dipercaya menjadi Panglima TNI di masa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sedari 2007 hingga 2010.

Di sela-sela kesibukannya sebagai Panglima TNI itulah, Djoko memberanikan diri mencalonkan diri sebagai Ketua Umum PBSI pada Munas 2008. Saat itu PBSI mencari pengganti Sutiyoso yang memasuki akhir masa jabatannya.



Sama seperti Sutiyoso yang berlatar belakang militer, Djoko pun mudah saja melenggang ketika didukung oleh 32 pengurus cabang alias menang aklamasi. Di tangan Djoko, PBSI berharap perbulutangkisan Indonesia bisa semakin maju. Kebetulan Indonesia sedang memasuki masa transisi dari era Taufik Hidayat dkk

Fakta unik adalah Djoko melanjutkan tradisi militer yang cukup kental di PBSI karena ada empat ketum terdahulu yang berstatus jenderal TNI. Selain Sutiyoso, ada Try Sutrisno, Subagyo HS, dan Suryadi. Tapi kenyataan tidak sesuai harapan karena prestasi perbulutangkisan Indonesia boleh dikatakan merunduk kalau tidak boleh dibilang terpuruk.

Selain tak mampu meraih gelar juara di Indonesia open selama empat edisi beruntun, Indonesia juga gagal melanjutkan tradisi emas di Olimpiade 2012. Di London, Indonesia untuk pertama kalinya sejak 1992 gagal jadi yang terbaik di bulutangkis.

Hanya medali emas Asian Games 2010 atas nama Markis Kido/Hendra Setiawan serta gelar All England 2012 dari Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir yang bisa menyelamatkan kepengurusan Djoko.

Djoko akhirnya lengser juga setelah Gita Wirjawan memenangi kursi ketua umum pada 2012. Setelah itu, nama Djoko tenggelam sebelum muncul usai gabung Partai Gerindra pada 2015 dan jadi Ketua Tim Pemenangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno di Pilpres 2019.

Selamat jalan, Jenderal!



Simak Video "Antara Christian Hadinata dan Thomas Cup"
[Gambas:Video 20detik]
(mrp/bay)

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT

ADVERTISEMENT