Hal itu, kata Roy di Bandara Soekarno Hatta, Jakarta, Minggu (21/9/2014), pertama-tama karena waktu penyelenggaraan yang tinggal menyisakan empat tahun lagi, 2018, menyusul mundurnya Vietnam sebagai tuan rumah yang awalnya akan menghajat Asian Games tahun 2019.
Selain itu permintaan OCA tersebut juga lahir karena bercermin dari penyelenggaraan Asian Games 2014 di Incheon saat ini. Dikatakan Roy, OCA melihat Incheon keteteran dalam menyediakan venue.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itulah kenapa OCA mewanti-wanti benar kepada Indonesia untuk tidak membangun venue. Sebaliknya memanfaatkan fasilitas yang ada hanya dengan cukup memperbaikinya saja," lanjutnya.
Terkait dengan hal tersebut, pergantian periode kepemimpinan Indonesia, mulai dari presiden berikut jajarannya, pada bulan Oktober mendatang juga menjadi pertimbangan. Adanya kemungkinan-kemungkinan perubahan, khususnya di sektor Kementerian Pemuda dan Olahraga, dikhawatirkan membuat Indonesia bisa mengalami kendala serupa seperti Korea Selatan jika harus membuat venue-venue baru.
"Jawabannya adalah karena ada pergantian pemerintah pusat dan legacy dari Asian Games 2018 itu harus sekarang di pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhiono dan Kemenpora saya sendiri, sehingga harus diambil keputusan untuk mengambil kesempatan Indonesia menjadi tuan rumah karena kalau tidak diambil kesempatan kita sudah lewat.
"Itu juga yang menjadi alasan kenapa yang menandatangani MoU tuan rumah Asian Games 2018 adalah pemerintah daerah yakni Gubernur Sumsel Alex Noerdin dan Wagub DKI Jakarta Basuki Djahaja Purnama (Ahok), dan seharusnya ada gubernur Jawa Barat juga. Mereka-mereka inikan diperkirakan tak akan berubah sampai OCA memastikan semua venue 2016. Jadi jangan pernah pemerintah daerah berpikir semua akan selesai 2018. Tidak boleh. Pun kalau ada pergantian pemerintah daerah 2017 tidak masalah," beber Roy.
(mcy/krs)