Kisah Atlet Tunagrahita Indonesia yang Namanya Sudah Mendunia

Kisah Atlet Tunagrahita Indonesia yang Namanya Sudah Mendunia

Randy Prasatya - Sport
Kamis, 26 Jan 2017 10:13 WIB
Foto: Randy Prasatya
Jakarta - Stephanie Handojo adalah sosok spesial. Ia tak terbelenggu keterbatasan dan namanya kini bahkan sudah mendunia sebagai atlet tunagrahita Indonesia.

Special Olympics Indonesia (SOIna) dan HSBC menggelar diskusi dengan tema "Menyiapkan Kemandirian Atlet Tunagrahita untuk Kesetaraan serta Masa Depan yang Lebih Baik", yang berlangsung di Gedung WTC, Sudirman, Jakarta, Rabu (25/1/2017).

Dalam acara ini Stephanie hadir sebagai perwakilan dari atlet Tunagrahita. Kendatipun secara fisik berbeda, saat berbicara perempuan 25 tahun itu sama seperti perempuan seusianya. Kemajuan pesat Fani dalam mengembangkan mental terjadi sejak usia dini, dan itu tak lepas dari peran sang ibu, Maria Yustina, dalam memberi stimulus.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di usia 12 tahun, Fani bergabung dengan SOIna. Di sana ia menjalani program olahraga yang disebut young athlet. Pada tahap inilah bakat renang Fani yang sudah ditemukan sang ibu jadi berkembang, sekalipun ia punya trauma pada air. Dengan pola latihan yang terkonsep Fani bisa menghadapi semua dan berhasil tumbuh sebagai atlet remaja yang disegani di kalangannya.

Fani berhasil meraup berbagai medali dan juga penghargaan di luar olahraga. Raihan prestasi itu ia bacakan dalam acara diskusi ini: juara I di bidang renang gaya dada 50 meter Pekan Olahraga Nasional Special Olympic Indonesia 2010, gaya dada 50 meter Specual Olympics World Summer Games 2011 Athena, pecahkan rekor MURI bermain piano 22 lagu 2009, hingga pembawa obor Olimpiade London 2012.

Dari rentetan sebagian prestasi di atas, Fani punya kisah dramatis yang dibagikan kepada detikSport usai acara diskusi. Kisah itu adalah perjuangan untuk mendapatkan medali di Athena, yang sempat terganggu dengan munculnya trauma terhadap air.

Namun tekadnya kuat, Fani tidak pernah melupakan moto dari SOIna. "Let me win, but if i can't win, Let me be brave in the attempt," ucap Fani kepada detikSport.

Hasilnya pun bisa diketahui. Ia mampu membawa prestasi dari Athena setelah mengingat moto yang punya pesan utama berusaha sekuat tenaga dan pantang menyerah itu.

Kisah Atlet Tunagrahita Indonesia yang Namanya Kini MenduniaFoto: Istimewa (Maria Yustina)

Nama Fani kini sudah mendunia. Apalagi setelah dirinya dipilih sebagai International Global Messengers oleh CEO Special Olympics Internasional, Janet Froetscher, pada 2014. Ia mengemban tugas menjadi pembicara untuk Special Olympics Indonesia & International. Membuat pidato-pidatonya sendiri, dan mendorong sesama atlet untuk menciptakan dan mendukung pengembangan startegi kepemimpinan.

Meski dominan di dunia olahraga dan kemanusiaan bersama SOIna, Fani ternyata punya kegiatan lain, di antaranya fitnes, paduan suara hingga menjalankan bisnis laundry (cuci pakaian).

"Kegiatan sehari-hari saya banyak. Senin sampai sabtu saya masih latihan renang dan fitness, terkadang diantar mama tapi tidak ditunggu. Saya sudah lama ikut member fitness, di sana semua orang biasa dan sudah akrab sama saya," ungkapnya.

"Selain itu saya latihan tari, tugas paduan suara setiap hari Minggu dan latihan di hari Rabu. Semua orang biasa," sambung Fani.

Selama menjalani aktivitas sebagai manusia seutuhnya, Fani tidak pernah mendapat perlakuan kasar dalam bentuk kontak fisik. Namun, ia juga tidak menutup fakta bahwa mulanya ada beberapa orang yang sulit mendukungnya. Tapi, seiring perkenalan dan pendekatan semua berubah 180 derajat. Ia justru banyak mendapat dukungan dari teman-temannya untuk terus berprestasi di dalam kehidupan.

Hal itu juga ditambahkan oleh pendamping Fani, Anastasia Retno Pujiastuti. Menurutnya tidaklah sulit untuk berkomunikasi dengan orang down syndrome. Kesulitan justru ketika orang pada umumnya berbicara dengan kata-kata yang tidak ringan.

"Kita harus anggap orang seperti Fani adalah teman. Jika kita terus menanamkan anggapan itu, maka komunikasi akan lancar," ungkap Nana.

Fani kini terhitung sebagai orang yang sukses keluar dari down syndrome. Namun hasil itu bukanlah akhir, melainkan tantang untuk SOIna dalam melahirkan "Fani-Fani lain" untuk terus menumbuhkan nilai sosial inklusi.


(krs/krs)

Hide Ads