Widi, panggilan akrab Ni Nengah Widiasih, lahir 12 Desember di Karangasem, Bali 28 tahun lalu. Kondisinya normal.
Tiga tahun kemudian, Widi demam hebat. Badannya kejang. Ibundanya bingung tak kepalang. Dia dibawa ke dokter.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kaki saya malah lemas total, enggak bisa digerakkan," kata Widi di acara peluncuran kerjasama Citibank dengan Asian Para Games 2018 di Citibank Tower, oleh CEO Citi Indonesia, Batara Sianturi. Acara itu juga dihadiri karyawan dan pewarta.
Keluarga Widi mengupayakan kesembuhan terus-menerus. Mencari tahu penyakit yang menghinggapi Widi. pengobatan alternatif juga dicoba.
"Orang tua saya berusaha keras untuk berupaya keras bisa normal. Tapi Tuhan berkata lain. Kaki saya lumpuh," kata Widi.
Saat balita Widi tak menyadari kondisinya berbeda dengan teman-temannya. Barulah saat bersekolah, Widi merasakan ada yang tak biasa.
Kakinya kian kontrak dengan badannya yang makin lama makin tinggi. Saat teman-temannya aktif, berlari ke sana kemari pada jam istirahat, Widi hanya duduk di dalam kelas.
"Pada waktu itu, saya merasa beda dengan yang lain," ujar Widi.
![]() |
Widi mulai minder. Dia juga ingin berlari ke sana kemari. Bergabung dengan teman-temannya yang lain.
Tak bisa curhat kepada teman sekelas, Widi pun menangis dalam salah satu perjalanan pulang dari sekolah. Bapak Widi bingung dengan tingkah anak gadisnya.
"Bapak tanya,"Ada apa kok nangis?" Saya bilang,"Pak, kok saya enggak bisa lari?" Widi menuturkan.
"Bapak bilang,"Kamu nggak ngerti dengan kondisi sekarang saat ini, tapi dengan bertumbuh dewasa kamu akan mengerti dengan sendirinya," ujar Widi menirukan kalimat bapaknya.
Kalimat itu tak otomatis membuat Widi bisa meredam keinginan untuk bergerak lincah. Berjalan ke mana saja. Berlari ke mana pun.
Tapi, Widi merasa beruntung memiliki keluarga yang tak menyembunyikan kekurangannya. Justru dia merasa tumbuh di tengah keluarga yang amat mendukungnya untuk terus beraktivitas dan bertemu dengan orang-orang.
Widi kerap mengikuti kakaknya, yang seorang lifter, I Gede Suantaka, berlatih di sasana. Widi tak dilarang untuk ikut bergabung. Dia juga bebas untuk turut angkat-angkat beban.
![]() |
"Lama-lama pelatih ajak saya latihan. Walaupun saya di sana beda, saya difabel sendiri, dia berupaya sebaik mungkin untuk melatih saya," ujar Widi.
Berlatih intens selama tiga bulan, Widi tampil di Kejurnas Angkat Berat. Fantastis, dia langsung menjadi juara.
"Padahal waktu itu saya belum paham soal angkat berat. Saat ditanya orang lain,"Kamu main di kelas berapa?" Saya jawab,"Kelas 6," ujar Widi yang disambut tawa oleh peserta acara itu.
Penampilan menjanjikan itu membuat Widi mendapatkan tiket pelatnas angkat berat di Solo, Jawa Tengah. Waktu itu, Widi masih SMP.
Meninggalkan rumah untuk merantau ke Jawa tak membuatnya berat. Widi tahu ada jalan terang dari Solo. Orang tuanya mendukung. Sejak itu pula, Widi konsisten mengisi skuat Timnas angkat berat.
Sederet prestasi apik sudah diukirnya di kancah dunia. Widi adalah peraih perak Asian Para Games 2014 Incheon, dia juga pemilik medali perunggu Olimpiade 2016 Rio de Janeiro.
Saat ini, Widi sedang menggenjot persiapan ke Asian Para Games 2018 di Jakarta mulai 6-13 Oktober. Dia bertekad untuk meraih medali emas.
Dia berhasrat untuk membuktikan kalimat ayahnya, agar dia mengerti dengan kondisinya seiring bertambahnya usia.
(fem/rin)