M Fadli kehilangan kaki, dari lutut hingga telapak, saat balapan di Sirkuit Sentul, Bogor pada 2015. Kakinya diamputasi akibat kecelakaan hebat yang terjadi.
Insiden nahas itu tak membuat dia meninggalkan dunia balap motor super sport. Fadli tentu saja sudah tak bisa lagi aktif membalap, tapi dia masih berkecimpung di olahraga yang sudah membesarkan namanya itu. Kini Fadli menjadi instruktur di Honda Racing School. Dia juga pemilik sekolah balap motor, 43 Racing School.
Bukan itu saja. Bapak satu anak itu juga masih adu cepat dengan anak didiknya dengan menggunakan motor 600 cc.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setelah kariernya sebagai pebalap motor tak berlanjut, Fadli beralih ke balapan yang lain. Dia adalah atlet difabel andalan Indonesia pada cabang olahraga balap sepeda disabilitas. Begitulah, Fadli tak bisa jauh dari urusan kebut-kebutan.
Bagaimana M Fadli beralih dari balap motor ke balap sepeda disabilitas dikisahkan kembali oleh Puspita Mustika Adya. Puspita adalah pelatih di pelatnas balap sepeda disabilitas.
Saat insiden itu terjadi Puspita berada langsung di lokasi. Dia adalah salah satu penonton di tribune. Fadli dan Puspita sepertinya memang ditakdirkan terhubung sejak itu.
"Saya sebenarnya melihat sendiri kejadian Fadli kecelakaan. Sampai sepatu Fadli itu mental di depan saya 50 meter. Sampai ambulance datang sampai penanganannya. Saya cukup trauma saat itu. Sampai saya tidak berani bertemu satu tahun dan saya tidak mau baca-baca (soal artikel Fadli). Sampai suatu ketika saya lihat di akun facebook ada foto yang menampilkan Fadli dan Doni Tata bersepeda," Puspita berkisah kepada detikSport, Kamis (20/9).
![]() |
Ketertarikan dari foto itu membuat Puspita penasaran. Dia melihat potensi Fadli untuk bisa menekuni cabang olahraga baru. Puspita, yang menjabat sebagai ketua bidang para-cycling di PB ISSI, tengah berburu pemuda-pemuda disabilitas untuk diajak berlatih. Waktu itu, dia sedang membentuk sebuah tim menuju ASEAN Para Games 2017 Kuala Lumpur.
Kebetulan Puspita mengenal Doni Tata. Dia pun meminta nomor kontak Fadli.
Puspita pun mengajak Fadli untuk bergabung. Fadli tak langsung menerima. Bukan apa-apa, Puspita, yang mantan sprinter balap sepeda nasional itu, menyebut Fadli tak mengetahui ada wadah untuk atlet disabilitas. Fadli pun khawatir dia cuma dijadikan 'alat' agar ada yang berbelas kasihan.
"Pokoknya enggak lama itu dia oke. Yang penting, kata dia (Fadli), saat itu ada kecepatan. Saat itu saya bilang, 'iya Fadli ini balapan bukan show. Jadi 'kecepatan' itu sebenarnya kesepakatannya. Sampai kemudian Februari dia turun di Kejuaraan Asia Paracycling di Bahrain untuk finis di peringkat empat." sambung Puspita.
Tak sekadar bersepakat soal kecepatan, Puspita bahkan sudah menyiapkan sejumlah target jangka pendek, menengah, sampai panjang untuk atletnya. Termasuk sepedanya.
"Saya bilang kalau kamu serius nanti turun di ASEAN Para Games 2017 itu jangka pendeknya, lalu Asian Para Games 2018, lalu jangka panjangnya Olimpiade Tokyo 2020. Awalnya, dia bilang tidak bisa. Tapi saya bilang, jika mau mulai ayo. Dan sejauh ini semua masih sesuai ekspektasi. Meski di ASEAN dia hanya dua perak, tapi dia punya modal juara Asia Cycling Championship di Myanmar bulan Mei, kemarin. Lawannya yang dikalahkan adalah juara-juara saat di Bahrain, 2016 lalu," jelas Puspita.
"Sampai sekarang dia semakin semangat latihan karena kuncinya masih di speed. Akhirnya, dia meresapi bagaimana sepeda. Dan karena sebelumnya dia me-manage motor jadi lebih mudah masuknya," katanya.
Fadli kini bersiap dengan target jangka menengahnya yaitu Asian Para Games. Dia akan turun di nomor men's C4 Pursuit, men's C 1-5 team sprint, dan men's time trial (c4-5) M.
"Dia menjadi salah satu yang kami andalkan untuk meraih medali," papar dia.
Seperti Fadli, Puspita juga pernah mengalami kecelakaan berat. Puspita ditabrak mobil saat mengawal timnas balap sepeda Brunei Darussalam berlatih di jalan raya.