.webp)
Tak pernah terbayangkan oleh Sri tiba-tiba ia tidak bisa lagi melihat dunia lagi saat berusia 11 tahun. Ketika itu, dia merasa hidupnya seakan tidak ada lagi artinya.
Tapi, Sri berusaha untuk bangkit dan menyalurkan kemampuan yang dimilikinya. Sri selalu mendapatkan rangking 1 di sekolahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Beranjak dewasa, Sri mulai menekuni olahraga dengan menjadi atlet lari. Akan tetapi, dia merasa kesulitan dan tidak mampu sampai akhirnya pindah ke balap sepeda.
Di Asian Para Games 2018, Sri mendapatkan tiga medali; dua perak dan satu perunggu. Meski gagal mendapatkan medali emas, Sri mengaku telah berusaha semaksimal mungkin.
Di balik prestasinya di para-cycling, atlet kelahiran Grobogan itu tidak melupakan pendidikan yang menurutnya sangat penting. Sri terdaftar sebagai mahasiswa semester 7 di UNS 11 Maret Solo.
 Sri Sugiyanti (kanan) (Amalia Dwi Septi/detikSport) |
"Alhamdulillah saya bisa kuliah. Kemarin IPK saya 3,71. Meski harus terbagi untuk latihan, tapi saya selalu berusaha tak boleh ketinggalan mata kuliah," ujar Sri.
Sri menyadari pendidikan sangat penting untuk masa depannya. Dia tak mau selalu menyusahkan kedua orang tuanya.
"Saya ingin jadi dosen. Karena kalau tidak punya pendidikan, mau jadi apa. Masa harus numpang terus sama orang tua. Saya mau mandiri, saya ingin membanggakan keluarga," katanya.
Kini Sri siap-siap menerima hadiah bonus miliaran dari pemerintah setelah dia mendapatkan tiga medali sekaligus. Tapi atlet kelahiran 1994 itu belum berpikir untuk menggunakan uang tersebut.
"Belum kepikiran. Nanti saja," katanya sambil tersipu.
Saksikan juga video 'Atlet Kharisma Evi Masih Fokus Berkarier di Dunia Olahraga':
