CLS secara resmi merilis tim untuk mengarungi ABL musim depan. CLS berharap bisa memperbaiki penampilan setelah finis di urutan ketujuh musim lalu dengan defisit kemasukan hingga 127.
"Pastinya kita ingin lolos ke playoffs. Tapi semuanya harus diawali dengan fokus CLS Knights ini, yakni fresh start dan great team chemistry," kata Managing Patner CLS Knights Indonesia, Chistopher Tanuwidjadja, usai launching tim di GOR CLS Kertajaya, Rabu (7/11/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk mengusung misi itu, Chistoper merombak kekuatan tim. Termasuk pelatih. CLS merekrut Brian Rowsom dan menurunkan Koko Heru Wahyu Nugroho sebagai asisten pelatih bersama Ricky Dwi Tauri.
Selain itu CLS menambah skuat dengan pemain asing. Yakni, Montay Brandon, yang memiliki tinggi 203 cm, Stephen Lane Hurt (211 cm), dan mantan pemain Saigon Heat, Macxie Esho (206 cm).
Ya, CLS memanfaatkan regulasi baru soal pemain asing di ABL. Jika sebelumnya diatur masing-masing tim boleh memakai dua pemain world import dan dua pemain heritage import maka kini semua dipukul rata menjadi tiga pemain world import. Tapi, mulai musim ini, pemain keturunan dianggap sebagai pemain lokal jika mereka memenuhi beberapa syarat yang ditentukan ABL.
"Kami juga menghadirkan tiga bigman yang bisa berlari dan juga untuk pemain lokal akan mendapatkan kesempatan, kali ini akan tampil beda. Kehadiran bigman ini bisa membawa dampak yang positif bagi tim," ujar pria yang akrab disapa Itop itu.
CLS menambah point guard dari timnas Singapura, Wong Wei Long dan Brandon Jawanto. Dengan memiliki darah Indonesia, dua pemain itu dianggap pemain lokal.
"Mereka berdua memiliki orang tua asal Indonesia. Wong Wei Long memiliki kedua orang tua yang lahir dari Indonesia dan Brandon Jawanto memilik ayah dari Bali. Dengan demikian mereka bisa dianggap sebagai pemain lokal," ujar Itop.
Dengan kekuatan itu, pelatih CLS, Brian Maurice Rowsom, optimistis menyambut kompetisi ABL.
"Sejauh ini saya sangat terkesan dengan etos kerja keras semua pemain dilapangan. Khususnya para pemain lokal,' ujar Roowsom.
"Pemahaman intelektualitas basket mereka sangat bagus dan mereka tidak pernah puas untuk terus mengembangkan skill mereka dan sebagai pelatih saya merasa terbantu oleh attitude dan ethic mereka," mantan pebasket NBA di tim Indiana Pacers dan Charlotte Hornets pada tahun 1987-1990 itu menambahkan.