Getir Panggung Kevin/Marcus di Kejuaraan Dunia

Getir Panggung Kevin/Marcus di Kejuaraan Dunia

Mercy Raya - Sport
Sabtu, 24 Agu 2019 16:13 WIB
Foto: dok. Humas PBSI
Jakarta - Tiga hari sudah Kevin Sanjaya Sukamuljo/Marcus Fernaldi Gideon tersingkir dari Kejuaraan Dunia Bulutangkis 2019. Tapi, masih saja sulit untuk move on dari getir langkah Minions.

Rabu (21/8/2019), saya dan tiga rekan yang biasa meliput bulutangkis di Cipayung, juga mengikuti turnamen-turnamen bulutangkis di Jakarta, dibuat nelangsa. Rasanya tak percaya saat Kevin/Marcus langsung pulang usai menjalani laga pertama.

Ya, Kevin/Marcus kalah di tangan pasangan nonunggulan dari Korea Selatan Choi Sol Gyu/Seo Seung Jae dilaga perdana mereka. Di pertandingan babak kedua itu, Kevin/Marcus menyerah setelah menjalani rubber game 21-16, 14-21, 21-23 dalam tempo satu jam dan empat menit.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saya sempat mengecek lagi catatan skor di situs pertandingan. Jangan-jangan saya salah lihat.

Tiga rekan saya yang juga lemas meyakinkan saya kalau Kevin/Marcus, yang raja turnamen terbuka dan konsisten di peringkat pertama dunia, kandas, kalah dari pasangan Negeri Ginseng berperingkat ke-21 Sol Gyu/Seung Jae.

Saya sedikit lega setelah ganda putra memastikan tiket final kendati babak semifinal belum dimainkan. Satu keuntungan didapatkan dengan duel sesama Indonesia di putaran empat besar antara Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan dan Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto.

***

Tekanan Berlebihan kepada Kevin/Marcus

Kevin/Marcus terbang ke Basel dalam kondisi terbaik. Publik pun memercayakan harapan itu kepada Kevin/Marcus, meskipun PBSI tak secara gamblang menaruh tumpuan di bahu mereka.

Keyakinan itu ditambah optimisme Herry Iman Pierngadi, pelatih Kevin/Marcus di pelatnas PBSI, sebelum mereka terbang ke Basel.

"Sampai hari ini, mereka (Kevin/Marcus) oke banget. Tadi berlatih game dua pemain lawan tiga pemain sudah bagus, tinggal menunggu mainnya (laga) saja," kata Herry.

Herry bilang Kevin berlatih biasa, pergelangan tangan dia juga tak ada masalah. Begitu pula dengan Marcus. Malah, Marcus berlatih lebih dari biasanya.

Satu celah terbaca pada psikologis Kevin/Marcus. Herry dan si pemain khawatir keinginan untuk menjadi juara menjadi gangguan. Tapi, situasi itu disadari jauh-jauh hari dan dikelola sebisa mungkin.

"Saya memang ingin banget (juara dunia), tapi tak boleh berlebihan juga. Saat ini, yang penting menikmati saja proses pertandingannya," kata Kevin di sela-sela Indonesia Open 2019.

Ya, tak sedikit yang menilai tahun ini menjadi tahun terbaik Kevin/Marcus untuk menyegel gelar juara dunia. memiliki pengalaman dua kali di ajang itu, dengan terhenti di perempatfinal, Kevin/Marcus merajai turnamen terbuka. Mereka juga tampil sebagai unggulan pertama.

Tapi, di laga dengan Sol Gyu/Seung Jae, Kevin dan Marcus tak bisa tampil relaks. Bahkan, sejak gim kedua. mereka terlalu berhati-hati setelah beberapa kali kesulitan menembus pertahanan lawan.

Ketidaknyamanan Kevin kian terlihat pada gim ketiga. Setelah sempat menyamai poin menjadi 17-17, kemudian 20-20, mereka justru kesulitan saat menghadapi poin kritis.

"Mereka bermain bagus sekali, enggak gampang mati sendiri. Dan kami banyak melakukan kesalahan sendiri. Di poin-poin akhir kami kurang tenang dan banyak melakukan kesalahan sendiri," ujar Kevin usai dikalahkan ganda Korsel itu.

Kekalahan dari Sol Gyi/Seung Jae pun membuat Kevin/Marcus batal menyodorkan kado medali kepada Herry yang berulang tahun ke-57 tepat di hari itu.


Siapa Sol Gyu/Seung Jae?

Ganda Korsel Sol Gyu/Seung Jae langsung mencuri perhatian setelah mengalahkan Minions. Apalagi, mereka merupakan pasangan baru.

Sol Gyu/Seung Jae dipasangkan sejak Australia Open pada Mei 2018. Di turnamen BWF World Tour Super 300 itu mereka terhenti di babak perempatfinal.

Tapi kemudian, mereka berhasil menasbihkan sebagai juara. Yakni saat tammpil di Irish Open, Norwegian Open, dan Korea Master 2018.

Getir Panggung Kevin/Marcus di Kejuaraan Dunia Foto: Hafidz Mubarak A/aww/Antara

Ganda putra yang berada di urutan ke-21 dunia itu sempat naik turun di awal 2019. Belum pernah menjadi juara lagi, mereka menunjukkan prestasi terbai di semifinal Spain Master 2019 dan Australia Open.

Tapi, mereka justru menjadi giant killer, pembunuh pasangan-pasangan top dunia. Di antaranya, mengalahkan ganda putra berperingkat keempat dunia Takeshi Komura/Keigo Sonoda di Thailand Open, ganda ranking sembilan Lee Yang/Whang Chi-Lin di Thailand Open 2019, dan pemain peringkat enam Han Cheng Kai/Zhou Hao Dong di perempatfinal Australia Open 2019.

Sebelum bermain ganda putra, Sol Gyu, 24 tahun, besar dari sektor ganda campuran. Sejak tampil di kelompok usia junior. Sol Gyu menunjukkan keistimewaannya. Dia back to back juara Asia Junior di ganda campuran pada 2012 dan 2013.

Begitu pula dengan Seung Jae, 21 tahun. Seung Jae, pernah masuk dalam top ten ganda campuran selama berkarier.

Terbiasa bermain di dua sektor diakui atau tidak menjadi kelebihan bagi si pemain. Mereka terlatih menguasai lapangan dengan area lebih luas dan terbiasa tampil dengan tuntutan lebih pada stamina.

"Ya memang sih rata-rata pemain ganda putra kalau merangkap ganda campuran secara penguasaan lapangan dan penempatan bola sangat membantu. Karena kalau ganda campuran yang putra meng-cover putri dan bekerja lebih keras," kata mantan pemain ganda putra dan campuran, Christian Hadinata.

"Kalau main ganda putra lebih ringan, karena partner sama sama putra. Nah itu jadi keuntungan buat mereka," dia menambahkan.

Senada, mantan pemain ganda putra, Markis Kido, menyebut fokus di dua nomor membuat ganda Korsel terbiasa bekerja ekstra keras di tiap turnamen. Dia menilai, meski peringkat Korea terpaut jauh, tetapi ganda berusia 21 tahun dan 24 tahun ini, memiliki kualitas individunya yang bagus.

"Pasangan Korea itu memang baru dipasangkan dan mereka fokus di mix double. Peringkat bukan patokan tapi secara individunya bagus," kata Kido, terpisah.

"Mereka juga punya kelebihan power yang kuat dan pertahanan mereka tak gampang mati. Tetapi mestinya lawan bisa lewat tetapi (Kevin/Marcus) kurang beruntung saja," ujar dia.

Alarm ke Olimpiade 2020

Kekalahan Kevin/Marcus tak melulu buruk. Hasil negatif itu menjadi alamar PBSI untuk menyiapkan skuat ke Olimpiade 2020 Tokyo.

Dengan batasan negara peserta, kejuaraan Dunia Bulutangkis dianggap sebagai miniatur Olimpiade. Hanya saja, format di olimpiade memang berbeda, pemain harus melalui fase grup.

"Kalau di Kejuaraan Dunia bisa kontrol dan dapat gelar, menuju Olimpiade lebih mudah lagi. Maksudnya, sudah ada pandangan. Makanya, apapun hasil di Kejuaraan Dunia jadi test case mereka," kata Herry.

So, dengan tersingkir di awal, Kevin/Marcus harus digodok lagi. Rentetan juara di turnamen terbuka tak boleh membuat PBSi dan barisan pelatih terlena.

Selain itu, tekanan besar, bisa jadi malah lebih besar, akan ada di bahu Kevin/Marcus saat di Olimpiade 2020 nanti atau masih dalam rentetan turnamen dalam periode Kualifikasi Olimpiade 2020.

Apalagi, mereka merupakan pebulutangkis yang memiliki haters dan lovers sama banyaknya. Mau tidak mau Kevin dan Marcus, juga PBSI, dan Herry menyadari posisi mereka sebagai pesohor. Dan menjadi pesohor saat ini gampang-gampang susah, gampang mendapatkan erdorsement dan pujian langsung dari mana saja, namun susahnya juga mudah untuk menerima langsung kritikan dan cemoohan melalui komentar di media sosial milik pribadi.

Itu ditambah situasi di lapangan. Lawan-lawan pun akan mengembangkan trik-trik untuk mengecoh dan menganggu emosi lawan seperti dalam pertandingan-pertandingan yang dijalani Kevin/Marcus.

Mantan pemain nasional Christian Hadinata, wanti-wanti agar PBSi, pelatih, dan si pemain mampu mengelola tekanan itu. Tidak mudah, namun harus dilakukan.

"Bukan mentalnya (mereka) jelek tapi ada presure seperti keinginan yang luar biasa untuk menjadi juara dunia. Jika tak di-manage dengan baik ya jadi boomerang, malah tegang, dan mereka memang mereka ada unsur kurang lepas, tak seperti biasanya. Sementara, Korea kalah wajar dan itu tekanan lebih kepada Minions karena lebih diunggulkan," ujar Christian.

Apalagi, Jepang sudah menyampaikan psywar sejak Asian Games 2018 melalui ketua kontingen mereka. Jepang ingin membuat Indonesia terluka di Olimpiade 2020.

Merujuk hasil-hasil di Olimpiade, tak perlulah menanyakan kepada Jepang bagaimana mereka membuat kita terluka. Cukup dengan satu cara, membuat bulutangkis Indonesia gagal total di Tokyo tahun depan.

Nah, mumpung Indonesia masih memiliki waktu maka berlarilah dan berbenah sebelum gendang Olimpiade benar-benar ditabuh pada 24 Juli sampai 9 Agustus 2020. Nyalakan ambisi dan geber persiapan menuju Olimpiade 2020 minimal seperti saat Indonesia menyongsong Olimpiade 2016 Rio de Janeiro dan Asian Games 2018. Agar tak ada getir dari Kevin/Marcus serupa Basel di Tokyo.


====

Catatan dari reporter detikSport Mercy raya aktif di dunia maya lewat Instagram @mercystorys





(mcy/fem)

Hide Ads