Sepeda lipat digemari karena bentuknya yang praktis dan mudah dibawa. Dan faktor inilah yang membuat sepeda lipat merebut hati banyak orang, terutama buat mereka yang awalnya enggan bersepeda.
"Sepeda lipat ini kepraktisannya sih yang nggak ada lawan. Mau jalan ke mana aja, kita nggak akan takut nggak kuat untuk pulangnya," kata Iwan Tenggono, pemilik Bike Shop di kawasan Senayan, Jakarta.
"Selama ada transportasi umum, tinggal panggil taksi, lipat sepeda, bisa pulang. Beda kalau pakai mountain bike, road bike, pasti selalu memikirkan pulangnya lagi kuat nggak. Kita mau jalan 100 km, pulangnya 100 km lagi, total 200 km kuat nggak? Kalau nggak kuat gimana, ribet gitu loh," sambungnya.
![]() |
Khusus di Jakarta, pemilik sepeda lipat dimanjakan dengan tersedianya berbagai moda transportasi umum yang sangat bisa diandalkan dan terintegrasi. Alhasil makin banyak orang bike to work memakai sepeda lipat.
Pemilik sepeda lipat memang diizinkan membawa tunggangannya ke dalam MRT dan Transjakarta. Terutama MRT, gerbong yang tersedia terbilang luas sehingga sepeda yang dilipat tak menggangu penumpang lain. Pesepeda tentus saja dapat melanjutkan perjalanannya dengan bus Transjakarta yang terintegrasi dengan MRT.
Lanjut ke halaman berikutnya.
Sepeda untuk Keluarga
Komunitas Jakseli (Jakseli)
|
"Dari dulu kita bisa lihat, sepeda lipat ini sepeda for the future. Kenapa, ini sepeda keluarga. Sekarang kalau ada orang naik road bike, istrinya belum tentu suka. Anaknya nggak bisa, ngapain ngebut-ngebut gitu."
"Pakai mountain bike mungkin nggak suka kotor kotor. Tapi sepeda lipat memungkinkan satu keluarga itu untuk bersepeda. Itu yang baru disadari orang 2-3 tahun terakhir," ujar Iwan, yang keluarganya sendiri juga suka bersepeda."
"Bapaknya beli, nanti ibunya lihat, 'wah boleh juga nih', ikut juga ibunya beli. Kalau anaknya suka naik sepeda, nanti pasti dibeliin juga. Jadi sepeda lipat ini sepeda family. Makanya sekarang customer kita ya modelnya keluarga," imbuhnya.
Halaman 2 dari 2