Sejumlah calon Exco PSSI memaparkan visi dan misinya jika terpilih di KLB PSSI. Hadir juga para pakar sepakbola untuk menyampaikan usulan-usulannya.
Mereka diberikan wadah lewat "Kaukus Sepak Bola Nasional Nyalakan Nyali Membangun PSSI" yang diselenggarakan PSSI Pers, koordinatoriat wartawan olahraga khususnya sepakbola nasional. Bertempat di Café MyTen di Jakarta, Senin (13/2/2023), hadir tiga orang calon Ketua Umum PSSI yakni Fary Djemi Francis, Arief Putra Wicaksono, dan Doni Setiabudi.
Ada juga empat calon anggota Komite Eksekutif (Exco) PSSI; Paulus Kia Botor, Tigor Shalomboboy, Djamal Aziz, dan Ophan Lamara. Sementara tiga Calon Wakil Ketua Umum yang diundang yakni Gede Widiade, Maya Damayanti, dan Yunus Nusi berhalangan hadir.
Turut dihadiri pula para pakar sekaligus praktisi sepakbola nasional yakni Bambang Nurdiansyah (pelatih, mantan pemain), Fakhrizal M Kahar (perwakilan wasit), Annisa Zhafarina Qosasih, (Direktur Utama Madura United), dan Hamka Hamzah (pemain profesional klub Bekasi City).
Para caketum diberikan kesempatan pertama, dilanjutkan pakar yang memaparkan kondisi sepakbola nasional, dan kemudian baru para calon Exco memaparkan program-program yang akan mereka usung. Mereka beradu program yang dinilai akan bisa membenahi sepakbola nasional.
"Saya pegiat sepakbola akademi di perbatasan. Di hari harinya bisa pakai buat TC Timnas. Kita semua sudah lelah, capek tentang dinamika sepakbola Indonesia yang banyak kontroversi. Sepakbola adalah kebanggaan masa depan. Dengan kondisi saat ini, Indonesia sudah 32 tahun tanpa gelar pasca-emas SEA Games 1991. AFF nihil, sementara Kamboja lebih pesat," kata Fary Djemi Francis.
"Thailand Vietnam, terus menjadi raja Asia. Bahkan di kompetisi, kalau dilihat Liga 1 Indonesia, kualitasnya berbeda. Nomor satu Malaysia, Thailand, Vietnam, Singapura, baru Indonesia. Jadi saya mengajak semuanya, jangan mau lagi pecah belah. Kita sudah lelah, kita harus well plan."
"Mari bersatulah, selamatkan piala dunia u-20. Itu momentum bagus utk banyak hal. Prestasi, citra bangsa, dan nama besar Indonesia. Bersatulah, bikin kompetisi yang industrial, modern, digitalisasi, demi generasi emas menuju Piala Dunia U-20."
Saat giliran Doni Setiabudi tiba, ia mengusung program liga profesional. Di benaknya, kompetisi seharusnya tidak hanya soal Liga 1. Tetapi Liga 2 hingga Liga 3 juga harus dikelola secara serius, tidak seperti sekarang dimana dua kompetisi di bawah Liga 1 tak bisa bergulir.
Ia prihatin sepakbola Indonesia tak dikelola dengan baik sehingga kerap kesulitan untuk mengelola kompetisi. Permasalahan penunggakkan gaji, tak mendapat izin, hingga pengaturan skor kerap mewarnai kompetisi dalam negeri.
"Visi & Misi saya, 1. Saya ingin mencapai federasi yang bersih. PSSI itu akar masalah sepakbola Indonesia. 2. Untuk mewujudkannya, saya mohon mengundurkan diri karena itu saya harap Exco PSSI diisi orang yang punya kapasitas dan mau kerja untuk bola Indonesia," tutur Doni.
"Saya mencoba membuat sepakbola pro. Saya berharap punya kebijakan yang ditentukan LIB dalam bentuk. Liga 2 & Liga 3 tidak bisa berjalan, karena saya tahu, klub tak punya uang, LIB juga tidak punya. Liga 2 akan berjalan dengan normal, harus ada pemisahan operator dengan Liga 1. Liga 2 punya nilai jual, selama kompetisinya berjalan kompetitif."
"Harus adanya bank guarantee. Tiap klub wajib mempunyai bank guarantee, berupa Deposit agar pemain pelatih tidak ada kasus sekarang. Klub tentu akan teriak, tapi kebijakan ini kalau tak sanggup, silakan degradasi. Yang harus dilakukan kompetisi berteknologi. Untuk Liga 1 hingga Liga 3 terkait penggunaan VAR."
"VAR bisa meminimalisir mafia. Mafia tidak akan bisa diberantas dalam waktu singkat. Tapi kita bisa memperkecil ruang lingkup mafia agar tak masuk ke sepakbola. Salah satunya dengan teknologi VAR. Sepakbola tidak hanya level pro. Ada suatu sepakbola yang jarang disentuh, yaitu amatir berkaitan Asprov."
(ran/pur)