Paradoks Indonesia Saat Batal Jadi Tuan Rumah Piala Dunia U-20 2023

Bayu Baskoro - detikSepakbola
Minggu, 02 Apr 2023 13:00 WIB
Indonesia gagal jadi tuan rumah Piala Dunia U-20 2023. (Foto: Aprillio Akbar/Antara Foto)
Jakarta -

Indonesia mengajukan diri sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023, tapi juga menolak kehadiran salah satu peserta. Hal itu dianggap sebagai paradoks.

FIFA mencabut status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023, Rabu (29/3) malam WIB. FIFA tidak menjelaskan alasan detail pencabutan itu dan hanya menuliskan narasi 'karena keadaan saat ini'.

Namun, adanya penolakan terhadap kehadiran timnas Israel U-20 yang dilakukan oleh sejumlah partai politik, organisasi masyarakat (ormas), sampai kepala daerah, seperti Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo dan Gubernur Bali I Wayan Koster, disinyalir jadi salah satu pertimbangan FIFA dalam mengambil keputusan.

Ketua Umum (Ketum) PSSI Erick Thohir memberi indikasi bahwa alasan FIFA membatalkan Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 2023 karena faktor intervensi (penolakan timnas Israel U-20) dan faktor keamanan.

Ketum Football Forever yang menaungi para legenda sepakbola Indonesia, Fary Djemy Francis, mengatakan pembatalan status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 menjadi trending topik dunia. Ia menyayangkan benturan aturan FIFA soal penolakan timnas Israel U-20.

"Ini semacam paradoks terheboh dalam dunia sepakbola. Kita yang meminta menjadi tuan rumah, kita pula yang menolak jadi tuan rumah. Aturan FIFA dipakai untuk menetapkan Indonesia sebagai tuan rumah Pildun U-20. Namun aturan FIFA ditabrak pula agar salah satu peserta Pildun U-20 tidak boleh bermain di Indonesia. Ini memang aneh, namun keanehan yang nyata," kata Fary Djemy.

Lebih lanjut, Fary Djemy mengatakan pembatalan Indonesia menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 2023 memakan korban. Impian anak bangsa dari Timnas Indonesia U-20 yang ingin mentas di Piala Dunia U-20 2023 harus pupus.

"Tentu pembatalan Indonesia menjadi host Pildun U-20 ini menelan banyak korban. Baik korban material, korban perasaan, korban impian Garuda Muda kita bahkan hingga korban harga diri. Momentum sepak bola internasional yang sangat strategis untuk negara ini, kita sia-siakan," ujarnya.

"Malah terjadi polarisasi dalam diri anak-anak bangsa oleh perbedaan menafsirkan keikutsertaan 'Israel' dalam ajang ini. Dengan mudah orang membaca isi kepala dan isi perut kita, bahwa kita adalah bangsa yang sulit memposisikan sepakbola dan politik di ruang kerjanya masing-masing, bahwa kita adalah nation yang kerap melafalkan ayat-ayat agama dan panji-panji keagamaan untuk mencari pembenaran demi memuluskan kepentingan-kepentingan terselubung."

"Namun kita lupa bahwa dengan ketidakramahan kita terhadap tamu peserta Pildun U-20, dengan penolakan kita terhadap salah satu peserta Pildun ini; kita sebenarnya sedang melukis gambar yang buruk tentang diri kita di kanvas dunia internasional. Dari hasil lukisan itu, negara-negara lain atau lembaga-lembaga dunia yang lain dengan mudah menilai siapa kita dan berpikir ulang apakah kita layak mendapatkan peluang dan momentum internasional lainnya atau tidak."

[Halaman Selanjutnya: Sepakbola Cermin Nasionalisme]




(bay/pur)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork