Tujuh tahun usai menjuarai Premier League, Leicester City harus turun kasta ke Championship. Tak ada lagi sisa-sisa kejayaan, hanya tim yang tampil buruk sepanjang musim dan telat bangkit di saat kritis.
Leicester finis di urutan 18 dengan 34 poin meski mengalahkan West Ham United 2-1 di pekan terakhir. James Maddison dkk tak bisa berbuat banyak karena nasib mereka ditentukan hasil laga lain, yaitu Everton vs Bournemouth.
The Foxes baru bisa bertahan di kasta tertinggi Liga Inggris jika Everton gagal meriah tiga poin di pekan terakhir. Namun hal itu tak terjadi. The Toffees menang 1-0 dan memastikan tetap ada dua tim dari Liverpool di Premier League musim depan.
Kejatuhan Leicester memang tak diperkirakan banyak pihak, terutama jika mengingat tim ini masih memenangi Piala FA pada 2021 dengan mengalahkan Chelsea 1-0 di final. Mereka juga masih menembus semifinal Europa Conference League musim lalu.
Namun jika diperhatikan, sinyalnya sudah terlihat sejak awal musim ini. Menurut analisis BBC, salah satu yang krusial adalah aktivitas transfer yang tak tepat sasaran dan kondisi internal tim yang tak kondusif.
Musim panas lalu, mereka hanya mendatangkan dua pemain, yaitu Alex Smithies dan Wout Faes. Nama pertama untuk menggantikan kiper sekaligus kapten Kasper Schmeichel yang hijrah ke Nice, sedangkan nama kedua merupakan pembelian darurat untuk menggantikan Wesley Fofana yang pindah ke Chelsea.
Minimnya pergerakan di musim panas tak lepas dari kondisi keuangan yang terbatas. Gurita bisnis milik pemilik klub yang terdampak keras oleh pandemi COVID-19 membuat Leicester tak bisa seenaknya berbelanja pemain.
Situasi itu diperparah dengan banyaknya kontrak pemain yang akan habis pada Juni mendatang dan tak kunjung diperpanjang, termasuk Youri Tielemans. Tak adanya sosok pemimpin pengganti Schmeichel turut memperburuk kondisi ruang ganti.
Dengan situasi tak menentu itulah Leicester memulai musim 2022-23. Hanya satu kemenangan yang diraih pada 10 laga perdana, tujuh di antaranya kalah. Kondisi mulai membaik saat jeda Piala Dunia. Mereka naik ke urutan 13 dengan 17 poin dari 15 laga.
Namun setelah itu mereka kembali memburuk. Bursa transfer Januari yang seharusnya bisa menjadi momen perbaikan skuad nyatanya tak berujung positif. Kedatangan Tete, Victor Kristiansen, dan Harry Souttar tidak memberikan perubahan signifikan.
Leicester hanya menambah delapan poin dalam 13 laga berikutnya, membuat Leicester turun ke peringkat 19. Brendan Rodgers pun dipecat, namun The Foxes kesulitan mencari pengganti. Tak banyak yang mau masuk jelang akhir musim.
Usai ditangani Adam Sadler sebagai caretaker di dua laga (semuanya kalah), Leicester menunjuk Dean Smith untuk memimpin upaya lolos dari degradasi. Tak banyak yang bisa ia lakukan di delapan laga sisa. Hanya tambahan sembilan poin yang ia berikan.
Baca juga: Klasemen Akhir Premier League 2022/2023 |
Setelah sembilan tahun beruntun di kasta tertinggi, kini Leicester harus turun ke divisi dua. Mereka menjadi tim kedua setelah Blackburn Rovers yang pernah menjadi juara Premier League lalu terdegradasi. Dan untuk bisa kembali pun tak mudah.
Diperkirakan ada banyak pemain yang keluar di musim panas nanti. Mulai dari yang kontraknya habis (tujuh orang) hingga mereka yang dinilai terlalu mahal untuk bermain di Championship, seperti Maddison, Harvey Barnes, dan Kelechi Iheanacho.
Jika memang demikian, maka Leicester harus memulai perjuangan dengan tim yang relatif baru. Saat mereka terdegradasi dari Premier League pada tahun 2004, mereka butuh 10 tahun untuk bisa kembali. Kini, mampukah mereka bangkit lebih cepat?
(adp/aff)