Alphonso Davies disorot usai menunjukkan kecepatan luar biasa di Der Klassiker. Namun untuk berada di titik saat ini, Davies melalui jalan hidup yang berliku.
Pemain 19 tahun ini mencuri perhatian saat Bayern Munich mengalahkan Borussia Dortmund 1-0 di Signal Iduna Park, Selasa (26/5/2020) dini hari WIB. Ia menunjukkan kecepatan yang luar biasa di menit ke-32 dari tengah lapangan berlari merebut bola yang dikuasai oleh Erling Haaland di daerah pertahanan Bayern. Menurut dari Squawka, kecepatan Davies saat mengejar Haaland mencapai 35,27 km/jam.
Aksi gemilangnya di Der Klassiker melengkapi sensasi pemuda berpaspor Kanada ini di musim ini. Ia menjadi andalan Hansi Flick di sektor bek kiri dengan berhasil mengemas dua gol dan sembilan assist.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun dibalik itu semua, Davies ternyata harus menjalani alur hidup yang cukup berliku untuk seperti sekarang. Saat kecil, ia berada dalam kondisi serba sulit karena tinggal di kamp pengungsian.
Davies lahir di kamp pengungsian di Buduburam, Ghana, saat kedua orang tuanya Debeah dan Victoria Davies harus meninggalkan Monrovia, Liberia akibat perang saudara. Peruntungan hidup Davies membaik kala umurnya menginjak lima tahun. Orang tuanya pindah ke Edmonton, Kanada berkat program dari Komisoner Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR).
"Sulit untuk hidup karena satu-satunya cara Anda bertahan hidup kadang-kadang adalah Anda harus membawa senjata," kata ayah Alphonso, Debeah dikutip dari situs resmi Bundesliga.
"Kami tidak tertarik untuk menembak. Jadi, kami memutuskan untuk melarikan diri dari sana. Mereka memiliki program pemindahan pemukiman, dan mereka berkata ini baik. Kami mengisi formulir dan berhasil pergi ke Kanada setelah melewati wawancara," jelasnya.
Baca juga: Alphonso 'Road Runner' Davies |