LuΓs Carlos Almeida da Cunha, demikian nama lengkap Nani, memperkenalkan dirinya dengan baik kepada para pendukung United. Pada musim perdananya, 2007/2008, ia mencetak gol debutnya di Premier League dengan cara yang luar biasa. Menerima bola sedikit agak jauh dari kotak penalti Tottenham Hotspur --lawan United ketika itu--, Nani mengontrolnya sejenak. Tapi, ia tidak membuang banyak waktu. Ketika sadar ia punya ruang cukup luas, ia langsung melepaskan tendangan... dan bola pun melesak ke sudut atas gawang Spurs.
Nani bermain dalam 41 pertandingan musim itu. Tapi, salah satu highlight-nya musim itu adalah ketika ia dimasukkan sebagai pemain pengganti di final Liga Champions versus Chelsea. Manajer United kala itu, Sir Alex Ferguson, memainkannya dengan satu tujuan: untuk menghadapi adu penalti.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Secara total, Nani membantu United meraih 12 trofi selama sekitar tujuh musim. Di antara 12 tofi itu, 4 di antaranya adalah trofi Premier League dan 1 di antaranya adalah trofi Liga Champions tadi. Seharusnya (atau idealnya), cerita Nani berakhir indah bersama United.
Pada akhir tahun 2013, ketika Ferguson sudah pensiun dan David Moyes ditunjuk menjadi manajer, Nani diberikan kontrak lima tahun. Awalnya, ini terlihat indah. Sampai kemudian Moyes memilih untuk menjadikannya sebatas pemain pelapis. Bagi Nani, ini adalah keputusan mengherankan. Sebab, apa gunanya kontrak lima tahun itu kalau ia hanya dijadikan pemain pelapis?
"Itu bisa saja menjadi momen terbaik dalam hidup saya, tetapi akhirnya malah jadi momen terburuk," ujar Nani dalam wawancaranya dengan The Guardian.
"Setelah Anda menandatangani kontrak semacam itu, Anda pasti berpikir bahwa orang-orang akan membantu Anda. Tapi, yang terjadi adalah sebaliknya. Lalu, stres datang. Saya terpuruk dan, ketika masa-masa seperti itu datang, cedera datang juga. Semuanya buruk. Saya merasa kecewa dan benar-benar terpuruk," lanjutnya.
![]() |
Pergantian manajer dari Moyes ke Louis van Gaal juga tidak membuat situasinya menjadi lebih baik. Dari awal kedatangannya, Van Gaal mengatakan kepada Nani bahwa winger kelahiran 17 November 1986 itu hanya akan jadi pilihan kedua atau ketiganya. Nani, yang akan berusia 28 tahun ketika itu, merasa bahwa sudah saatnya ia menjadi starter di tiap laga. Oleh karenanya, kendati pun Van Gaal mempersilakan ia untuk memperjuangkan tempatnya, Nani memilih untuk pergi.
Nani lantas dipinjamkan selama satu musim ke klub lamanya, Sporting Lisbon. Bersama Sporting, ia sukses membawa klub menjuarai Piala Portugal 2014/2015 dan pada musim berikutnya, setelah masa peminjamannya di Sporting selesai, ia dilego oleh United ke Fenerbahce.
Di Fenerbahce, Nani memang tidak meraih trofi apa-apa. Tapi, 8 gol dalam 28 penampilannya di Liga Super Turki membuat posnya di timnas Portugal tempat aman. Lalu, datanglah Piala Eropa 2016.
Portugal tidak serta-merta menjadi unggulan. Apalagi, performa mereka di fase grup tidak meyakinkan, hanya lolos sebagai salah satu peringkat ketiga terbaik. Tetapi, Portugal terus melaju hingga akhirnya mencapai babak final, di mana mereka harus berhadapan dengan Prancis --tuan rumah yang juga menjadi salah satu unggulan.
Cerita Portugal tidak berawal dengan manis. Kapten sekaligus bintang mereka, Cristiano Ronaldo, harus mengakhiri pertandingan lebih cepat. Akibat ditabrak oleh Dimitri Payet, Ronaldo cedera lutut dan harus ditarik keluar pada menit ke-25. Ban kapten pun beralih kepada Nani.
"Aneh rasanya ketika melihat Cristiano ditarik keluar. Saya benar-benar kesal karena kami harus kehilangan kapten dan pemain terbaik kami. Tapi, saya harus tetap menegakkan kepala dan membantu tim," ucap Nani.
![]() |
Lalu, dalam sisa laga itu, Nani --sebagai kapten-- meneriakkan banyak instruksi kepada para pemain muda di timnya. Baginya, ini adalah pengalaman baru. Namun, karena mengaku mendapatkan didikan keras dari Ferguson selama di United, ia bisa mengemban tanggung jawab dan memikul tekanan.
Pada akhirnya, Portugal menang 1-0 lewat gol pemain pengganti, Eder. Nani dan rekan-rekannya tercatat dalam sejarah sepakbola Portugal sebagai pemain-pemain yang mempersembahkan trofi mayor pertama. Tapi, lebih dari itu: Dengan menjadi kapten dari tim pemenang Piala Eropa 2016, karier Nani hidup kembali.
Kini, setelah menjalani musim panas yang menyenangkan, Nani melanjutkan perjalanan kariernya ke Spanyol, ke Valencia, ke klub yang lagi-lagi sedang terpuruk. Musim lalu, Valencia tampil buruk sehingga harus mengalami pergantian pelatih hingga dua kali. Seperti Portugal di Piala Eropa, Valencia bukanlah unggulan teratas untuk menjadi juara La Liga musim ini.
Seperti dikatakan oleh striker Valencia, Paco Alcacer, ada harapan di pundak Nani saat ini. "Dia akan menjadi rekan satu tim yang sip buat saya dan para striker lainnya. Saya rasa dia akan memberikan kontribusi banyak bagi tim," ujar Alcacer seperti dikutip Football Espana.
Siapkah Nani? "Tempat saya tumbuh semasa kecil benar-benar sulit untuk seorang bocah. Beberapa akhirnya memilih jalan yang salah --merokok, mencuri, mengkonsumsi obat-obatan. Tapi, saya tidak pernah mau seperti itu. Dan, setelahnya, saya memilih bermain bola. Kami tidak punya apa-apa ketika saya masih kecil. Kami sangat miskin, tapi saya terus berjuang sepanjang hidup saya. Oleh karena itulah saya bisa berada di sini, karena saya akan terus berjuang sampai akhir," kata Nani.
![]() |
(roz/din)