PON XVI
Takkan Ada Lagi 'Wong Uluan' di Jakabaring
Kamis, 02 Sep 2004 00:06 WIB
Palembang - Di dalam masyarakat Palembang ada anggapan bahwa mereka yang tinggal di Palembang Ulu adalah “wong uluan”. Sebuah ungkapan yang bersifat melecehkan karena artinya menunjukkan keterbelakangan. Dulu, di awal tahun 90-an, warga setempat masuk malu mengaku menetap di Palembang Ulu, kecuali untuk menyebutkan tempat di kompleks Pertamina Plaju atau di pemukiman penduduk asli Palembang di 10 Ulu, 5 Ulu, 7 Ulu atau 14 Ulu. Sebabnya, mereka yang menetap di Palembang Ulu dinilai sebagai "wong uluan" yang identik dengan orang dusun, terbelakang, dan tidak tahu dengan perkembangan kota, khususnya di Palembang Ilir. Selanjutnya Palembang Ulu diidentikan dengan dunia preman. Tidaklah heran, orang Palembang sangat takut untuk pergi dan tinggal di Kertapati, Hoktong atau Tembok Batu. Sebab daerah ini terkenal dengan premannya. Tidaklah heran, misalnya, mereka yang dibesarkan di Palembang Ulu harus berangkat ke Jakarta untuk mencari jati diri. "Ada semacam kerisihan atau ketidakpercayaan terhadap orang yang menetap di Palembang Ulu," kata Rapanie Igama, seorang pekerja seni kepada detikcom beberapa waktu lalu. Contoh orang Palembang Ulu yang sukses di Jakarta antara lain Hatta Radjasa, Helmi Yahya, dan saudaranya Tantowi Yahya, serta penyanyi Tommy J. Pisa. Namun, pengembangan kota Palembang di Jakabaring tampaknya ingin merontokan stereotipe tersebut. Dengan adanya event Pekan Olahraga Nasional (PON) XVI, ketidakseimbangan pembangunan di antara kedua Palembang Ulu dan Palembang Ilir coba diantisipasi. "Kami yakin lima tahun ke depan seberang Ulu lebih hebat dari seberang Ilir," kata seorang warga Sriraya bernama Rudi. Bahkan, tambah Rudi, masyarakat di Palembang Ulu sudah tahu akan ada rencana pembangunan Jembatan Musi III yang menghubungkan Palembang Ulu dan Palembang Ilir, yang dipercaya dapat memberi dampak luar biasa terhadap pembangunan di Palembang Ulu. "Itu belum ditambah ada jalan tol, rel keretapi lintas Sumatra. Jadi, kami sekarang lebih maju dibandingkan wong Ilir," kata Rudi. Memang, beberapa waktu lalu mantan gubernur Sumsel Rosihan Arsyad selalu mengatakan bahwa pusat pemerintah yang selama ini berada di Palembang Ilir, khususnya di Jalan Kapten A.Rivai dan Jalan Merdeka, akan dipindahkan ke Jakabaring, Palembang Ulu. Hanya, pemindahan itu bersifat bertahap. Kantor yang pertama menetap di Jakabaring adalah Poltabes Palembang, kemudian diikuti kantor KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Panwaslu, lalu menyusul PLN serta Pasar Induk Jakabaring. Lalu, selanjutnya sejak 30 Agustus 2004 kemarin, aktivitas olahraga baik regional, nasional maupun international akan berlangsung di Jakabaring, Palembang Ulu. Kini pertanyaannya, apakah pengembangan kota Palembang di Palembang Ulu ini akan memberikan dampak positif atau negatif terhadap masyarakat kecil. Bukan melulu kisah sedih seperti penggusuran lahan, penggusuran pedagang kaki lima. (a2s/)