Kemarau gelar yang harus dialami bulutangkis Indonesia membuat PB PBSI berbenah. Ketua Umum baru, Gita Wirjawan, menepati janji membangun kepengurusan dan barisan pelatih yang ideal, Gita membeberkan nama-nama yang tak biasa di kepengurusan. Salah satunya mendudukkan Rexy Mainaky sebagai kepala bidang pembinaan dan prestasi PB PBSI. Posisi yang menjadikan menentukan bagaimana prestasi bulutangkis Indonesia di masa datang.
Penunjukkan lain yang dilakukan di kepengurusan saat ini adalah munculnya tiga nama bermarga Mainaky: Richard, Riony dan Marlev. Kembalinya para mantan pebulutangkis yang pernah memberi prestasi bagi olahraga tepok bulu nasional itu dianggap melegakan oleh beberapa pihak, tapi sebagian menanggapinya dengan miring, menganggapnya ada KKN.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait keluarga Maniaky, Rexy adalah yang paling punya prestasi mentereng dengan prestasi tertinggi berupa medali emas Olipiade 1996. sementara Marleve Mainaky pernah menjadi juara Indonesia Terbuka 2001.
Terkait peran di dunia kepelatihan Richard bukan lah wajah baru karena sejak 1997 dia menjadi tukang racik ganda campuran. Torehan prestasinya membanggakan. Anak didiknya menjadi langganan penyumbang medali emas Kejuaraan Dunia, All England dan perak Olimpiade.
Riony juga bukan pelatih medioker. Tangan dinginnya membuat bulutangkis Jepang kembali disegani saat dia merantau menjadi pelatih di sana. Marlev juga pernah dipercaya menangani tunggal putra di kepengurusan sebelumnya.
Kualitas Rexy sudah terbukti di Inggris dan Malaysia. Tak hanya empat kakak adik itu yang piawai membesut tim. Si bungsu, Karel, juga didapuk menjadi pelatih Jepang.

Generasi Kedua Maniaky
detikSport/Rengga Sancaya
|
"Anggotanya baru lima orang. Mereka anak-anak saya sendiri dan Riony. Orang sudah terlanjur tahu kalau Mainaky identik dengan bulutangkis, kami ingin berpartisipasi membantu perkembangan bulutangkis Indonesia," kata Marlev, yang untuk sementara perkumpulan bulutangkis miliknya itu masih menyewa tempat di kawasan Cibubur.
Putri semata wayang Richard Mainaky, Nathalia, juga mulai adu kepiawaian di kelompok umur taruna saat ini. Kendati baru memulai bulutangkis di usia 17 tahun, Richard menilai itu belumlah terlambat.
βKalau benar-benar serius, tidak ada kata terlambat,β kata Richard menyemangati putri hasil pernikahan dengan Meike Paruntu tersebut. Awalnya Natalia merasa berat saat harus mengenakan Mainaky di kostum bertandingnya. Namun seiring penampilannya yang membaik, dia mulai terbiasa dengan βMainakyβ.
Kedua putra Rexy justru yang tak bermain di bulutangkis. Geraldine dan Christian Rudolf memilih fokus sebagai pelajar. "Meski kemudian ada penyesalan tapi prestasi mereka di sekolah bagus. Mereka baru tahu kalau ayahnya bisa melatih. Mereka dulu keberatan memakai nama Mainaky," kata Rexy.
Namun Rexy mewariskan kenangan pada putra sulungnya. Nama pelatih dan ayahnya disandingkan menjadi nama Christian Rudolf Mainaky.
Richard Si Pembuka Jalan
badmintonindonesia.org
|
Richard menjadi 'pemimpin' setelah kakaknya, Marinnus Thomas Mainaky, memutuskan untuk menjaid pendeta. Richardlah yang kemudian menjadi tumpuan untuk meneruskan hobi Rudolf.
Dialah yang mula-mula bermain untuk Maluku. Richard pula yang pertama-tama menjejakkan kaki di Jakarta. Richard juga yang menjadi Mainaky pertama yang mencicipi pelatnas.
Kemudian pensiun dan memilih menjadi pelatih. "Richard itu pembuka jalan buat kami," kata Rexy Mainaky.
Richard pensiun pada 1994. Setelah tak lagi menjadi pemain dia pulang ke klub asal, di PB Tangkas. Lima tahun kemudian Christian Hadinata memintanya untuk menjadi pelatih di pelatnas.
Hingga saat ini tangan dinginnya sudah menghasilkan gelar juara dunia, All England dan perak Olimpiade. Pencapaian memuaskan terjadi tahun ini. Richard sukses mengantarkan Tontowi Ahmad dan Liliyana Natsir menjadi juara dunia dan All England.
"Perolehan Rexy sebagai pemain jauh lebih bagus daripada yang saya dapatkan. Tapi saya bersyukur bisa mendapatkan prestasi-prestasi impian itu saat jadi pelatih," kata Richard.
Kini Richard berharap putri satu-satunya bsia menjadi pemain hebat pula.
"Saya tak pernah lembek meskipun kepada anak sendiri. Dia sering menangis dengan pola latihan yang saya berikan, tapi dia menyadari kalau mau jadi pemain hebat memang harus sungguh-sungguh," kata Richard.
Darah Olahraga Maniaky
detikSport/Rengga Sancaya
|
Meski menggeluti sepakbola, Weuhelman justru mendorong cucu-cucunya bermain bulutangkis. Salah satu pendorongnya adalah karena Jantje Rudolf Mainaky menggemari cabang olahraga tepok bulu tersebut.
"Ayah itu orang bilang sportman. Dia itu bisa, atletik dari lempar lembing, tolak peluru lari 200 meter bagus. Voli juga bisa, basket juga bisa. Dia juga seorang musisi dan sekolah bareng Enteng Tanamal," kisah Rexy.
Hobi olahraga Jantje Rudolf Mainaky itu lantas ditularkan kepada anak-anaknya. Lari 12 kilometer menjadi menu rutin setiap hari sementara di akhir pekan ada tambahan lari cross country di Gunung Gamalama. Mainaky bersaudara juga dilibatkan dalam pekerjaan rumah sehari-hari, seperti menimba air dan membangun plafon rumah. Rudy juga memberikan menu wajib yang tak biasa: dia 'memaksa' anak-anaknya memainkan botol bir dengan pergelangan tangan sesering mungkin.
Beragam aktivitas tersebut pada awalnya diterapkan Jantje Rudolf Mainaky demi menghindarkan anak-anaknya dari terjerat pergaulan anak-anak muda Ternate yang doyan mabuk dan berkelahi.
Lapangan bulutangkis dibangun di belakang rumah yang berlokasi di Serunai, Ternate. Garis lapangan tanah dibikin dari bilah bambu. Meja pingpong dibuat agar anak-anak tak keluyuran di luar rumah, tapi justru bisa mengajak teman-teman singgah. Peralatan fitness juga dibuat sendiri.
Jantje Rudolf Mainaky tahu benar kalau bulutangkis adalah cabang olahraga yang punya peluang paling besar mengantarkan anak-anak lebih cepat berprestasi. Atas dasar itulah dia mulai lebih serius mengarahkan Richard dan adik-adiknya ke bulutangkis, bukan sepakbola, tinju atau karate seperti mayoritas penduduk Ternate.
Dukungan untuk menekuni bulutangkis juga didapatkan dari kakek. "Kakek tidak mau kami mengikuti jadi pemain bola. Dia justru sangat mendukung kami ke bulutangkis. Dialah yang merawat lapangan bulutangkis," kata Rexy.
Namun, tak semua anak-anak mengikuti arahan Jantje Rudolf Mainaky. Termasuk Rexy yang sempat condong ke sepakbola. Lapangan bulutangkis di belakang rumah itu justru sering menjadi arena bermain bola. Weuhelman yang tak terima lapangannya rusak sering dibuat marah dan tak segan dia mengguyur anak-anak dengan air seni dari lantai dua.
Dari tujuh bersaudara keluarga Maniaky, cuma Marinus (anak pertama) Valentina (anak keenam) yang tak bermain bulutangkis. Sementara lima lainnya benar-benar tumbuh dan menghabiskan waktunya di cabang olahraga tersebut. Pilihan itu terbukti tidak salah karena mereka masing-masing memiliki cerita sukses sendiri. Kisah yang kini menjadi dongeng di cafe-cafe sampai warung kopi tubruk pinggir jalan.
Halaman 4 dari 4