Rexy Mainaky Berkisah tentang Pengembangan Olahraga di 3 Negara

Rexy Mainaky Berkisah tentang Pengembangan Olahraga di 3 Negara

- Sport
Rabu, 27 Agu 2014 15:25 WIB
Jakarta -

Setelah gantung raket, Rexy Mainaky menjadi pelatih di tiga negara berbeda dan pulang kampung menangani PP PBSI. Pemilik emas Olimpiade 1996 Atlanta dari nomor ganda putra itu mengisahkan pengalamannya itu kepada detikSport.

Rexy pernah memimpin tim nasional Inggris mulai 2001 hingga 2005. Ia sukses membuat Nathan Robertson/Gail Emms meraih medali perak Olimpiade Athena. Torehan itu merupakan prestasi tertinggi yang dicapai bulutangkis Inggris.

Begitu pula ketika menangani tim nasional bulutangkis Malaysia 2005 hingga 2012. Rexy berhasil membuat Koo Kien Keat/Tan Boon Heong menjadi juara All England. Hasil itu menjadi torehan paling oke ganda putra Malaysia. Pemerintah Malaysia pun mengapresiasi dia dengan status penduduk.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Merasa sudah cukup, Rexy tertantang menangani Filipina. Belum genap setahun, dia diminta pulang ke Indonesia. Kini dia menjabat sebagai Ketua Bidang Pembinaan Prestasi.

Dua tahun menangani PBSI, Rexy bisa membandingkan situasi pembinaan olahraga di empat negara itu. Pria kelahiran Ternate, 9 Maret 1968 itu berkesimpulan, olahraga Indonesia tak pernah ditangani dengan serius dan terganggu masalah remeh-temeh.

Rexy pun berharap presiden baru bisa memoles wajah olahraga nasional, kendati dia tahu sebagai prioritas ke-14, olahraga tak akan menapatkan perhatian besar. Tapi, menjadi tuan rumah Asian Games 2018 diyakini bakal jadi salah salah satu pemicu meningkatnya dukungan kepada olahraga prestasi.

"Saya rasa semua insan olahraga memiliki pandangan yang sama, yakni pemerintah harus bersikap adil. Dari insan bisnis maunya bisa menolong dan membantu mereka bisa mengangkat perkonomian negara. Begitu juga dengan bagian olahraga, jangan dianggap sebelah mata," kata Rexy membuka percakapan dengan detiksport di pelatnas Cipayung beberapa waktu lalu.

"Kita dibutuhkan tenaga untuk mengangkat harkat bangsa dan negara. Tapi satu sisi kita juga dilupakan. Kita harapkan Menteri Olahraga ke depan bisa meyakinkan Presiden bahwa olahraga menjadi hal yang penting. Sekarang kita lihat olahraga Indonesia itu mati," kata pria yang akrab disapa Eky itu.

Rexy lebih senang membandingkan dengan Malaysia yang mempunyai tingkat ekonomi yang hampir sama. Dia mencontohkan penggunaan sport science oleh induk cabang olahraga.

"Waktu pengalaman saya di Malaysia, dari sports science ISN (Institut Sukan Negara) sudah tersedia ahli nutrisi, strength and conditioning, fisioterapi, itu kerja sama dengan Pengurus Besar sudah jelas,” ucap dia.

"Malaysia juga berani fokus membesarkan cabang olahraga andalan. Dia punya apa? squash. Mereka tahu itu cabang bagus, makanya difokuskan. Angkat besi juga, boling, dan badminton. Jadi olahraga-olahraga ini yang mereka fokuskan. Karena itu memang lumbung medali.

"Sejak awal menteri olahraganya sudah menyampaikan kalau mereka fokus di cabang olahraga itu karena ada prestasi. Artinya ada prioritas cabang. Karena dari situ akan ada kecemburuan positif dari cabang lain. Yang berprestasi lah yang dikembangkan, biar yang lain terpacu.

Rexy juga menilai ada perbedaan besar dalam pengelolaan olahraga di Indonesia dan Malaysia. Lembaga olahraga di Indonesia terganggu masalah ketidakharmonisan internal sedangkan Malaysia lebih stabil.



"Di Malaysia tugas antara Menteri Olahraga, KONI KOI, dan pemerintahnya jelas. Sebutan menteri olahraganya youth and sport minister. Menteri berjuang di dalam parlemen. Misalnya, KONI butuh dana sekian karena cabang olahraga harus tampil dalam ini itu, menteri yang memperjuangkannya.

"Untuk urusan dengan induk-induk olahraga dan mengontrol program itu oleh KONI. Dia mau cari pelatih kek, mau apa itu KONI.

"Nanti kalau sudah berbicara soal multievent itu KONI, akan bekerja sama dengan Olympic Council of Malaysia (KOI).

"Makanya, walaupun di sana talentanya sedikit, tapi sport science jalan. Kebalikan di sini, talenta banyak tapi sport science-nya tidak jalan. Itu yang saya lihat jelas,” ucap dia.

Nah, adanya cabang olahraga prioritas itu membuat pemerintah Malayia bisa lebih gampang mengelola keuangan.

"Setahun ada 80 juta ringgit untuk seluruh cabang olahraga. Tapi dia akan bagi, artinya cabang prioritas akan dibesarkan anggarannya," ucap Rexy.

"Untuk urusan olaharaga anggaran lebih tinggi, ketimbang di sini. Di Malaysia juga, kalau melihat pendidikan dan kemiskinan, saya tidak pernah melihat gelandangan. Kalau di Inggris jangan tanya. Untuk di Malaysia memang perhatikan pemerintah terhadap olahraga sangat besar.

Berbeda dengan di Inggris. Menurut Rexy, olahraga tak lagi menjadi tanggung jawab pemerintah.

"Kalau di Inggris, mereka tidak di-support pemerintah. Tapi mereka ada Sport England. Lottery funding.

"Kayak sepakbola disponsori oleh agen yang suka taruhan. Perusahaan ini menyumbang untuk badminton misalnya. Kalau punya medali bisa dapat sponsor. Di sana tidak ada ikut campur pemerintah.



"Filipina itu individu. Dia berbicara untuk basket dan sepakbola. Dia punya KONI dan KOI yang bekerja sama dengan individu atau pengusaha-pengusaha yang suka olahraga.

"Sebenarnya tidak pengaruh KONI dan KOI dipisah, asal tugas jelas. Lalu bagaimana dengan keberadaan Prima? Nah justru itu saya bingung. Kok ada Prima lagi. Perasaan di mana-mana tidak ada Prima. Satlak prima untuk apa?

"Kita sudah ada KONI dan KOI saja itu sudah cukup untuk mengurus olahraga. KONI mungkin harus berjuang lebih keras, misalnya menanyakan anggaran.

"KONI juga bikin kerja sama yang serius dengan lembaga untuk pengembangan sport sciece, misalnya UNJ. Sekarang semua klaim punya sport science tapi mana? Apakah benar-benar diterapkan? KOI fokus multievent," beber pria yang berpasangan dengan Ricky Soebagdja semasa jadi pemain ganda putra itu.

(mcy/a2s)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads