Berderet-deret atlet surfing muncul dari Bali dan menguasai persaingan di Asia. Tapi, Maria Natalia Londa memilih jalur yang tak biasa dan sukses mengumandangkan Indonesia Raya dari olahraga yang ditekuni sejak kecil itu.
Mata Maria berkaca-kaca saat Indonesia Raya berkumandang di Stadion Nasional Singapura, 11 Juni. Dirinyalah yang berdiri di podium tertinggi, berkalung medali emas, dan memegang maskot singa berkepala merah.
Bukan sekadar emas yang membuat Maria meneteskan air mata. Tangis itu sudah pecah saat Maria memeluk sang pelatih I Ketut Pageh yang ada di tribun penonton. Pageh membisikkan kalau jarak lompatan 6,60 meter di nomor lompat jauh itu sekaligus mengantarkan Maria ke Olimpiade 2016 Rio de Janeiro.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berjaya di level Asia, semangat Maria tak turun saat harus terjun di SEA Games tahun ini. Sebaliknya, dia makin termotivasi untuk menjadi yang terbaik. Apalagi tiket Olimpiade juga menjadi pertaruhan. Dua emas diraih Maria.

Jalan yang dirintis dari atlet pelajar menjadi suntikan motivasi terbesar. Apalagi jika menilik ke belakang, ketekunan Maria sempat mendapatkan cibiran. Kedekatan dengan sang pelatih jadi bahan gunjingan.
"Pagi saya di lapangan, siang istirahat di rumah pelatih karena sore harus latihan lagi. Itu biasalah jadi omongan orang. Tapi berjalannya waktu mereka tahu apa yang saya lakukan dan membuahkan hasil. Jadi mereka (yang mencibir) saya jadi diam sendiri," kenang Maria.
Kini, Maria tinggal memanen kerja keras dan cibiran orang itu. Tepat setelah pulang drai Singapura dan sampai di Denpasar, Bali, Maria makin mantap untuk membeli rumah yang sudah lama diincarnya. Maklum, harganya cukup lumayan sampai Rp 1 miliar.
"Semua bonus yang saya dapat saya tabung. Bonus dari PASI, Menpora, Pengprov dan KONI Bali. Pokoknya semua saya kumpulkan jadi satu," kata Maria.
Toh, rumah untuk ibu sudah dibelinya 2011. Terios putih juga menjadi teman Maria untuk berkeliling Bali.
"Puji Tuhan saya bisa memiliki dengan membeli secara tunai. Saya tidak berani berutang. Saya tidak berani membeli dengan cara kredit. Kalaus sudah cukup uangnya baru belanja. Kalau belum ditabung dulu hehehe. Takut kepikiran," ucap perempuan 24 tahun itu.
Ya, Maria sangat paham dengan uang saku yang tak sebesar para pemain bola dunia dan bahkan kerap nunggak, dia harus rajin menabung. Malah, dengan uang saku atlet di level tertinggi nasonal, sekitar Rp 7-9 juta per bulan, ditambah gaji sebagai PNS grade IIB, Maria juga bisa membiayai kuliah dua adik kembarnya, Rico Adrianus Meli dan Riky Arianto Mari (20 tahun).

Malah 'rejeki' nomplok lainnya diraih setelah rentetan prestasi oke dibukukan Maria. Dia digaet oleh salah satu hotel di Bali sebagai model. Maria mendapatkan royalti dari sana setiap kali dia sukses di sebuah turnamen.
Padahal Maria tak pernah menyangka bisa menjadi model sebuah produk. "Konsep pemikiran wanita cantik di sini masih perempuan dengan kulit mulus, putih, tinggi, langsing, rambut panjang. Betul tidak?" ujar dia.
"Sementara saya, badan kekar dan kulit hitam. Tapi karena memang saya dikasih kepercayaan dari owner-nya langsung, ketemu owner langsung, semua itu membuat saya percaya diri bahwa cantik itu bukan hanya di paras, tapi juga cantik di prestasi, cantik di keseharian. Apalagi kami memberikan yang terbaik buat nusa dan bangsa. Mungkin itu pandangan mereka.
"Yang jelas saya lebih seksi karena punya otot. Orang kepengin badan kurus, langsing, tapi kita kekar," canda Maria. Maria.

Dengan Olimpiade tinggal setahun lagi, Maria sih masih rela berkulit gelap dan berbadan kekar. Latihan di lapangan berpasir dan cangkul masih dijalaninya sampai ada lapangan sintetis bisa dibangun di Denpasar, Bali. Apalagi persaingan para atlet lompat jauh sejagad tahun depan itu dipastikan bakal lebih berat lagi.
Malah ada misi tak kalah berat yang sedang dirintis Maria seiring persiapan ke Olimpiade, Maria juga menyiapkan penerus. Dia ingin secepat mungkin menitiskan ilmu kepada atlet-atlet muda.
"Selama ini saya berharap di Bali punya lapangan standar internasional walau hanya trek lompatnya saja karena itu menjadi bekal buat adik-adik. Saya ingin lompat jauh tidak hanya berhenti di saya. Prestasi atletik khususnya. Jadi ada Maria-Maria lain. Harapan saya ada junior saya. Jadi saya tidak malu saat pensiun nanti karena sudah muncul atlet yang baru," jelas Maria.
Maria Natalia Londa
Lahir: Denpasar, 29 Oktober 1990
Ayah: Alm. Pamilus
Ibu: Anastasia Ari Ningsih
Nomor spesialis: lompat jauh dan lompat jangkit
Prestasi:
- Rekor SEA Games 2013 : 14,17 meter (lompat jangkit)
- Dua perunggu SEA Games 2009 Laos
- Dua perak SEA Games 2011 Palembang
- Dua emas SEA Games 2013 Myanmar
- Emas Asian Games 2014 Incheon, Korea Selatan (lompat jauh)
- Dua emas SEA Games 2015 Singapura
(fem/fem)