Dari 10 nomor yang diikuti di SEA Games lalu, tim judo Indonesia meraih empat medali emas, satu medali perak, dan dua perunggu. Peraih medali emas itu adalah Mochammad Syaiful Raharjo (kelas 66 kg), Ni Kadek Anny Pandini (57 kg), Gerrad Christopher George (81 kg), dan Horas Manurung (90 kg).
Ketua Bidang Pembinaan dan Prestasi PB PJSI Irwan Prakasa mengatakan, kunci keberhasilan mereka adalah pelatnas yang berkelanjutan dan ketepatan memilih training camp dan sparring.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Persiapan kami sejak jauh-jauh hari. Jadi waktu itu sekaligus persiapan untuk Asian Games 2014 dan SEA Games 2015. Sejak Mei 2014 itu kami sudah ke Korea untuk melakukan training camp di sana sampai September, saat mulai Asian Games 2014,” kata Irwan dalam perbincangan dengan detikSport, Kamis (25/6/2014).
“Setelah Asian Games tim kemudian kembali ke Indonesia untuk mengikuti Kejuraaan Nasional di Makasar pada bulan November. Pada awal Januari 2015 kami kembali ke Korea guna persiapan SEA Games 2015. Akhir Mei kembali ke Indonesia TC di Bandung sampai jelang SEA Games di Singapura,” lanjutnya.
Dijelaskan Irwan, total ada 10 atlet plus dua pelatih lokal yang tinggal di Korea. Sedangkan untuk lokasi training camp-nya baik atlet putri maupun putra ada pemisahan. Putra berlatih di Yeoju Institute of Technology, sementara putri TC di Yong In of University.
Di tempat itulah baik fisik dan teknik mereka ditempa. Tak hanya oleh pelatih, tapi ratusan atlet judo di Korea juga menjadi teman latih mereka untuk menambah ilmu.
“Kami pilih Korea karena negara ini perkembangan teknik judonya maju dan mereka sudah setara Asia dan dunia. Bagusnya sistem di sana adalah karena kami sebelumnya sudah jalani hubungan baik dengan pelatih sehingga kami latihan tidak di satu tempat saja, tapi bisa keliling di kota itu. Kami bisa berganti aneka tipe sparring, jam terbang makin banyak. Beberapa pemain timnas Korea juga latih di sana.”
Namun bukan perkara mudah bagi tim judo Indonesia tinggal di Korea. Dana yang tersendat hingga peralatan latih dan tanding yang datang terlambat cukup membuat mereka kewalahan untuk mencari dana talangan.
Hal itu diakui Irwan. Dia bilang, untuk menutupi kebutuhan mereka selama di Korea, para pengurus judo mesti mencari dana talangan untuk menanggulangi kekurangan yang ada.
“Memang sebagian besar dari Satlak prima ada, cuma kadang-kadang terlambat turunnya. Jadi kalau ada keterlembatan turun PB mencari dana talangan dari donator dan sponsor. Kadang-kadang sampai kami pinjam ke orang,” ungkapnya.
Meski punya "bapak angka" yang cukup setia, yaitu Bank Mayapada, tapi sama seperti cabang lainnya, judo masih membutuhkan banyak dana untuk mempelatnaskan atlet-atletnya. Membandingkan dengan cabang lain seperti bulutangkis yang sudah bisa mandiri, Judo memang dipaksa memutar otak setiap jelang multievent tiba. Apalagi persoalan dana dan peralatan selalu menjadi momok ketika pelatnas berjalan.
“Setiap tahun memang masalahnya sama. Kami mau latihan peralatan latihan tidak datang-datang, terpaksa swadaya. Anak-anak perlu sepatu untuk latihan lari, datangnya terlalu terlambat. Ya mengakalinya sama seperti kami mengakali kebutuhan dana akomodasi, PB mencari dana talangan dari donator dan sponsor," ungkap Irwan.
Tiga multievent sudah di depan mata seperti Olimpiade 2016, SEA Games 2017, dan Asian Games 2018, yang mana Indonesia adalah tuan rumahnya. Diharapkan pemerintah, KONI, KOI, dan Satlak Prima bisa bekerja sama untuk mencari formula yang tepat untuk menyelesaikan persoalan yang ada.
“Minta perhatian pemerintah untuk meningkatkan anggaran pembinaan olahraaga di Indonesia. Soalnya, ujung-ujungnya pembinaan itu butuh anggaran. Karena kalau tidak ada perbaikan lalu dana pembinaan olahraga tersendat dan minim, ya prestasi olahraga yang kita dapat minim juga. Seperti yang tadi saya bilang, kalau mau training camp ya harus pergi ke negara yang cabangnya maju, tapi itu kan butuh dana yang banyak juga.
“Makanya saya minta pemerintah memperhatikan olahraga dengan memperbesar anggaran pembinaan olahraga. Kalau di negara-negara se Asia tenggara mungkin Indonesia anggaran pembinaan olahraganya yang terkecil di banding negara lainnya. Ya, mudah-mudahan perhatian pemerintah ke depannya bisa lebih lagi buat kami,” pungkasnya.
(mcy/a2s)