Dua venue menjadi pekerjaan rumah terbesar bagi Indonesia dalam menyambut hajatan Asian Games 2018. Kolam renang di komplek Gelora Bung Karno dan velodrome di Rawamangun harus dirombak total.
Kolam renang GBK di Senayan, Jakarta masih menjadi kolam renang paling 'wah' yang dimiliki Jakarta. Meskipun, kolam itu kuno dan kerap kali airnya tak jernih.
Tiga kolam dengan kedalaman berbeda-beda dan satu kolam loncat indah dimiliki bangunan yang berlokasi di samping Istora dan tak jauh dari JCC itu. Halaman yang luas dan area parkirnya menambah nilai plus kolam yang dibangun menjelang Asian Games 1962 itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kolam utama masih kurang dua lintasan. Idealnya 10 saat ini, baru ada delapan. Kedalaman kolam tak masalah.
Selain itu, kolam renang GBK perlu merenovasi kolam loncat indah dan membangun kolam khusus polo air.
"Kami juga harus menyediakan kolam pemanasan dan atap sehingga kolam ini merupakan kolam renang indoor," kata Raja Parlindungan Pane, direktur Pembangunan dan Pengembangan usaha PPK GBK.
Fasilitas pendukung di kolam renang juga menjad sorotan. Mulai dari kamar mandi dan ruang ganti atlet, tribun penonton, serta ruang media.
"Meskipun kolam dirombak total, tapi kami mempunyai batasan untuk tak melupakan heritage. Ini bangunan bersejarah saat Indonesia menjadi tuan rumah Asian games 1962," kata Raja.
"Di sis lain, kami akan menjadikan kolam renang ini akan menjadi solusi untuk olahraga akuatik Indonesia. Inilah kolam renang percontohan nantinya," imbuh dia.
Venue lain yang wajib dirombak total adalah velodrome yang ada di kawasan Gelanggang Olahraga Rawamangun, Jakarta Timur. Bukan hanya menyangkut lintasan tapi juga fasilitas pendukungnya.
"Velodrome harus dirombak total sesuai dengan yang disarankan oleh OCA karena velodrome tak memenuhi syarat-syarat utama yang sudah ditentukan," kata Budiono, kepala bidang sarana dan prasarana Pemprov DKI Jakarta.
Tiga syarat utama itu adalah, lintasan, material, dan atap bangunan. "Dari evaluasi OCA, lintasan yang dimiliki velodrome terlalu panjang, yakni 300 meter semestinya 250 meter. Kemudian dilihat dari sisi materi trek masih dari beton, OCA menghendaki dari kayu, wood. Yang ketiga OCA meminta agar velodrome nanti indoor karena cuaca di Jakarta panas dan bahkan tak tertebak kadangkala," jelas Budiono.
Selain itu, bangunan pendukung juga belum ada. Seperti paddock untuk masing-masing kontingen dan lahan yang siap untuk ditempati sekitar 1.000 sepeda.
Kamar mandi, ruang ganti, toilet dan ruang media juga menjadi perhatian. "Makanya butuh perluasan untuk mendukung velodrome itu," kata pria asal Malang, Jawa Timur tersebut.
Tapi baik pihak GBK atau pemprov DKi belum bisa merinci nominal kebutuhan dana untuk merombak total dua venue itu. Rancangan bangunan juga masih dalam tahap penggodokan.
Budiono juga belum dapat memastikan start waktu pengerjaaan perombakan velodrome. "Semua sedang digodok saat ini. Dana dan rincian bangunan. Satu atau dua bulan ke depan saya harap bisa segera matang," ujar dia.
(fem/din)