Kawasan Tenis GBK yang Dibiarkan Menua dan Rindu Kemenangan Anak Bangsa

Siapkah Indonesia Menggelar Asian Games?

Kawasan Tenis GBK yang Dibiarkan Menua dan Rindu Kemenangan Anak Bangsa

Lucas Aditya - Sport
Jumat, 04 Des 2015 18:07 WIB
Lucas Aditya/detikSport
Jakarta -

Komplek Olahraga Gelora Bung Karno dibangun dua tahun menjelang Asian Games IV 1962 Jakarta. Salah satunya kawasan tenis. Lapangan-lapangan itu kini tampak tua, kusam dan merindukan prestasi anak bangsa di atas tanahnya.

Soekarno, seperti dikutip Harian Merdeka, 1 Maret 1962, menganggap Asian Games sebagai usaha perjuangan 'nation building'. Yakni, meningkatkan taraf hidup rakyat Indonesia sebagai suatu bangsa yang bahagia dan terhormat di dunia. Tugas itu selesai dengan kontngen Indonesia menjadi runner-up di ajang itu.

Kini 52 tahun kemudian, arena-arena di GBK itu kin menua. Keriput dan kusam makin terlihat jelas di pelupuk mata. Tak ada biaya dan sederet alasan lain menjadi dalih untuk membiarkannya menua, tak terawat dan makin kusam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kerut-kerut usia baru disadari dan diperhatikan ketika Indonesia sudah dipastikan menjadi tuan rumah Asian Games 2018 oleh OCA (Dewan Olimpiade Asia). Jakarta sebagai tuan rumah utama pun malah gelagapan sendiri menyambut pesta olahraga negara-negara Asia ke-18 yang akan dihelat 18 Agustus sampai 2 September 2018 itu.

Memasuki kawasan lapangan tenis, DetikSport disambut aspal yang banyak yang berlubang. Masuk ke lapangan, kondisi tribun penonton dilapangan tenis outdoor cukup mengenaskan. Di beberapa tempat duduk yang kayunya patah. Selain itu, lampu penerangan remang-remang.

Bahkan, dari keterangan pengelola tiang penerangan belum diganti sejak menggelar Asian Games 1962. Korslet bukan lagi hal baru. Bangunan juga sudah rembeas sana-sini.
Β 
Tribun lapangan tenis

Beralih ke stadion tenis indoor, kondisinya tak lebih baik. Atap stadionnya sudah mulai bocor. Selain itu, motor untuk buka tutup atap kini sudah tidak berfungsi.

Beberapa aspek pendukung seperti toilet, ruang ganti, instalasi penerangan, saluran air kotor dan bersih, menjadi hal mendesak yang perlu diperbaiki.

Padahal stadion tenis indoor itu direncanakan untuk menggelar cabang olahraga voli putra dan putri. Stadion yang berlokasi di jalan pintu satu, Senayan, Jakarta itu dinilai tak lagi layak menjadi tempat perhelatan tenis. Padahal stadion itu mempunyai sejarah manis. Sebuah bukti Indonesia pernah mempunyai petenis top dan jadi persinggahan petenis-petenis dunia sebelum mereka tampil di turnamen grand slam Australia Terbuka.

"Kala itu, tahun 1991 atau 1992, Indonesia mendapatkan kepercayaan untuk menggelar turnamen ATP Tour pertama kalinya. Turnamen itu dibuat sebagai salah satu ajang pemanasan petenis-petenis yang akan tampil di Australia Terbuka," kata Daryadi, pengamat tenis.

Dengan agenda itu maka Jakarta harus memiliki lapangan tenis dengan permukaan rebound ace. Lokasinya tak ada pilihan: komplek GBK lah yang paling ideal. Maka, lapangan-lapangan tanah liat yang ada disulap menjadi berpermukaan rebound ace.



"Kita hanya punya 90 hari untuk membangun lapangan itu. Waktu itu Ketua Umum Pelti Pak Mordiono dan kabid binpres Ponco Sutowo. Sudah seperti main sulap. Bangunan yang besar untuk stadion tennis indoor itu belum ada yang ada hanya lapangan-lapangan tanah liat. Semua disulap jadi lapangan rebound ace. Akhirnya kita memiliki stadion tennis yang besar itu dan lapangan-lapangan di sekitarnya," jelas Daryadi.

Sejak itu, Indonesia menggelar turnamen internasional, termasuk trunamen-turnamen WTA. Bahkan, Pelti mempunyai hajatan rutin dengan menggelar Indonesia Open.

"Kita punya Yayuk Basuki. Federasi Tenis Indonesia masuk grup dunia. Yang datang kemari petenis-petenis top seperti Martina Hingis, Martina Navratilova. Gila atmosfer tenis di stadion itu. Penonton penuh dan Yayuk selalu menang di sana. Penonton tak seperti layaknya penonton tenis di turnamen internasional. Penonton sudah seperti penonton badminton di Istora kala Indonesia Open," kenang dia.

Atmosfer itu tak hanya dirindukan Daryadi. Sudah terlalu lama kawasan tenis GBK tak menggelar ajang tenis dunia dengan penonton yang gegap gempita. Stadion Tennis GBK rindu menjadi saksi bisu kemenangan-kemenangan anak bangsa.

(fem/din)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads