Sejak ditunjuk sebagai Chef de Mission Olimpiade pada November tahun lalu, Okto hanya mempunyai waktu pendek untuk menyiapkan segala kebutuhan tim. Baik manajerial ataupun prestasi.
Peralatan dan perlengkapan latihan-pertandingan menjadi salah satu fokus Okto. Dia tak ingin kasus serupa terjadi lagi dalam masa persiapan Olimpiade. Peralatan dan perlengkapan baru terwujud setelah event usai.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
βBirokrasi di Indonesia memang terlalu panjang. Sebagai gambaran ketika multievent-nya besok, barangnya baru keluar. Itu terus saja jadi masalah. Jangakan cabor lain, sepeda pun saat SEA Games Juni kemarin. Eventnya sudah selesai, peralatan baru keluar Desember kemarin.
βMakanya mumpung sekarang komunikasi sedang bagus antara Ketum KOI, CdM, Kemenpora, jadi usahakan bicara kepentingan bangsalah. Saya juga akan banyak koordinasi sama Satlak Prima agar mereka bantu dorong juga agar kebutuhan para atlet bisa terpenuhi,β ujarnya.
Selain itu, Okto juga berfokus mencari pendanaan tambahan. Dari perencanaan anggaran, dana untuk kontingen Indonesia ke Rio de Janeiro akan lebih besar ketimbang saat tampil di London yang menghabiskan dana sekitar Rp 40 miliar. Itu tak termasuk anggaran pelatnas.
Dengan besaran nominal itu, Indonesia mematok target dua emas alias 200 persen ketimbang Olimpiade 2012 London. Kala itu, Indonesia tak mendapatkan satupun emas.
"Sponsor ini karena negara tidak membiayai semuanya. Ya, kita dituntut untuk kreatif mencari cara lain,β ucap dia.
(mcy/fem)











































