Batavia Demons tengah memasuki masa jaya dengan menjadi juara dalam lima turnamen internasional beruntun. Bersama-sama Federasi Hoki Es Indonesia, mereka berhasrat memopulerkan hoki es.
Batavia Demons berhasil meraih gelar juara pada Kejuaraan Lion City Cup di Singapura, 2-5 Maret 2016. Titel itu menjadi koleksi kelima beruntun usai menjadi juara di Singapore Ice Hockey Invitational (SII) 2015, Indonesia Ice Hockey Tournament (IIHT) 2014 dan 2015, serta Malaysia Ice Hockey Tournament (MIHT) 2015.
Beberapa turnamen ke depan telah menunggu. Salah satunya SEA Games 2017 di Kuala Lumpur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tadinya kami malu-malu kucing untuk mengajak publik mengenal olahraga hoki es karena belum mempunyai prestasi tapi sekarang kami mau tidak mau harus membuka diri untuk mengenalkan olahraga ini. Kami sudah mempunyai prestasi di level inetrnasional," kata pendiri sekaligus kapten Batavia Demons, Jonathan Sudharta, dalam kunjungannya ke markas detikcom di Jakarta Selatan, Kamis (31/3/2016).
"Tidak perlu berprestasi dulu, yang penting senang-senang dengan hoki es. Bahkan, kami butuh waktu 20 tahun--dimulai dari inline hockey dan berkembang menjadi es hoki dalam tiga tahun terakhir--sejak menggeluti olahraga ini sebagai hobi kemudian bisa bersaing di level internasional," beber dia.
Dari pengalaman Jonathan menekuni hoki es, cabang olahraga itu sudah berkembang cukup bagus. Selain parameter prestasi, secara kuantitas juga meningkat.
"Bahkan sudah ada toko peralatan hoki es di Bintaro Jaya Xchange," uap dia.
"Olahraga ini amat maskulin dan kekinian. Cuma olahraga ini yang membolehkan atletnya berantem di tengah lapangan. Selain itu olahraga ini cukup keren karena gear-nya keren. Lagipula, olahraga ini dikerjakan secara tim dan saya lebih menyukainya ketimbang olahraga perorangan," tutur Rama.
Rama yang belajar hoki ketika kuliah di University of Texas at Arlington kemudian membeberkan apa saja yang dibutuhkan untuk para peminat.
"Yang pertama dan harus bisa tentunya skating karena untuk memegang stick-nya kan butuh balance yang bagus. Setelah itu akan lebih gampang. Tidak perlu minder karena misalnya, 'main sepatu roda saja tidak bisa', sudah tua, dan sebagainya," jelas dia.
Di sisi lain, Presiden FHEI Berdi Sabri, tengah berjuang agar induk organisasi mereka menjadi anggota KONI. Niat itu terbentur masalah peraturan yang mengharuskan sebuah cabang olahraga minimal mempunyai 10 penggurus provinsi.
Dengan minimnya lapangan hoki es, tentu syarat tersebut amat memberatkan Berdi.
"Kalau bisa ada modifikasi sedikit soal peraturan tersebut. Selain itu karena kami mempunyai potensi prestasi di level internasional sudah semestinya pemerintah membangun tempat latihan untuk hoki es," tutur Berdi.
(fem/din)