Demikian diungkapkan legenda panah Indonesia, Nurfitriyana Saiman. Mental adalah hal pertama yang harus disiapkan atlet karena setibanya di negara tuan rumah Olimpiade mereka akan langsung terkungkung di satu tempat (wisma atlet). Berada di negeri orang dan tetap harus mematuhi perintah pelatih bukan hal yang menyenangkan.
Maka rasa bosan pun akan cepat datang menghampiri atlet. Dari kondisi itulah kemudian muncul godaan untuk keluar dari wisma atlet dan pergi menjelajah kota tuan rumah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam kondisi seperti inilah pelatih dituntut untuk menciptakan suasana latihan yang menyenangkan. Meski tetap pada profesionalisme dan menjaga disiplin, pelatih harus bisa bersikap luwes mensiasati keadaan dan kemungkinan atlet merasa jenuh.
Dikatakan Yana, pada zamannya godaan seperti itu cukup besar. Beruntung, pelatih mereka Donald Pandiangan, yang dinilainya cukup pengertian dan berpengalaman.
"Artinya latihan di sana pun dibagi-bagi. Misalnya warming up itu harus setiap pagi. Sorenya jalan-jalan tetapi tetap dikontrol oleh pelatih. Besoknya pola latihan diubah lagi, sorenya warming up, paginya istirahat," Yana menceritakan.
Yana berharap godaan seperti yang dialaminya saat berlaga di Olimpiade Seoul 1988 bisa diatasi oleh atlet Indonesia saat ini, khususnya cabor panahan. Wanita 54 tahun ini pun menilai atlet panahan Indonesia sekarang lebih bisa menguasai diri.
Indonesia menurunkan empat atlet di cabang panahan pada Olimpiade 2016 ini. Mereka adalah Ika Yuliana Rochmawati,Riau Ega Agatha Salsabila, Muhamad Hanif Wijaya, dan Hendra Purnama.
"Tapi saya lihat atlet sekarang itu bisa menguasai sendiri. Khususnya tim putra mereka sepertinya sadar diri. Makanya mudah-mudahan mereka bisa memberikan yang terbaik," tutupnya. (mcy/din)