Pasca Olimpiade Rio de Janeiro, Brasil, Menpora Imam Nahrawi sempat berucap agar peraih medali Olimpiade atau Asian Games 2018 tidak perlu ikut PON lagi. Bahkan event SEA Games pun hanya dijadikan ajang ujicoba untuk para atlet elite.
Itu dikatakan Imam saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi X DPR RI, kemarin. Menurut Imam, hal ini penting karena sudah saatnya Indonesia memikirkan level persaingan dunia untuk kelas elite. Dia mencontoh hasil negara Asia Tenggara dan Asia lainnya yang sudah lebih dulu fokus ke arah sana. Selain itu, keberadaan atlet elite juga memperkecil terjadinya bajak membajak atlet yang masih terjadi hingga PON 2016 Jawa Barat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ya maaf kalau mau membandingkan dengan bulutangkis, tim elitnya setahun saja sudah mendapat sekitar Rp 1 miliar duluan, bayar di muka jadi jika tidak ikut PON ya tidak masalah. Sekarang kami ikut PON itu bisa mendapat Rp 150-250 juta darimana lagi kalau bukan dari daerah," ungkap peraih tiga medali Olimpiade (2008, 2012, dan 2016) ini.
"Berbeda kalau kita ada bapak angkat (seperti bulutangkis) seperti itu, tidak turun (PON) tidak apa-apa. Karena tidak perlu memikirkan tahun berikutnya. Pada saat masuk pelatnas sudah dapat pemasukan lagi. Tapi kami kan untuk mendapat dana sejumlah Rp 1 miliar harus Olimpiade dulu baru bisa."
Menurut Eko, pun jika pemerintah tetap mengharuskan hal seperti itu maka peraturan dana jaminannya harus jelas juga. "Kalau bulutangkis itu kan sudah paten. Dari Djarum sendiri selalu men-support, kami kan tidak ada yang support. Walaupun dukung hanya membantu untuk pembinaan seperti akomodasi segala macam. Itu pun dibagi menjadi tiga, karena PABBSI sendiri ada tiga cabang yaitu angkat besi, binaraga, dan angkat berat."
Di Olimpiade Rio de Janeiro, pemerintah sudah membuat terobosan baru dengan memberikan bonus lima kali lipat bagi peraih medali Olimpiade. Di samping itu, pemerintah juga memberikan jaminan hari tua untuk para peraih medali, sebesar Rp 20 juta untuk medali emas, Rp 15 juta peraih perak, dan Rp 10 juta bagi peraih perunggu. Namun bagi Eko itu saja tidak cukup perlu ada jaminan kesejahteraan lain.
"Sekarang begini, kami bisa merasakan dana miliaran baru Olimpiade tahun ini karena mendapat perak dan nilai bonusnya ditingkatkan. Coba Olimpiade 2012 saya cuma dapat Rp 400 juta untuk peraih medali perak, sedangkan medali emas Rp 1 miliar. Ibaratnya butuh empat tahun lagi untuk mendapat hadiah sebesar itu. Ini jika mau hitung materi. Mau kapan lagi kalau tidak di Olimpiade, kalau SEA Games sekitar Rp 200 juta, PON juga kurang lebih sama," cetusnya.
Di sisi lain, menurut Eko, dengan ikutnya atlet elite ke PON sebenarnya secara tidak langsung memotivasi atlet muda karena bisa bersaing secara langsung dengan para seniornya. Meski diakuinya secara peta kekuatan atlet muda masih jauh tetapi jika hasilnya bisa mendekati bukan tidak mungkin bisa dipanggil masuk pelatnas.
"Minimal buat acuan lah. Saya saja dulu waktu remaja lawan senior bisa kok. Saya yang berusia 15 tahun melawan Jadi Setiadi yang berusia 20 tahun, saya bisa menang dan akhirnya masuk dalam pelatnas. Poinnya yang penting jelas dululah semuanya," pungkasnya. (mcy/din)











































