PON 2016 sudah ditutup pada Kamis (29/9/2016) malam tadi. Tuan rumah, Jawa Barat, keluar sebagai juara umum dengan total meraih 217 emas, 157 perak, dan 157 perunggu. Mereka unggul jauh atas Jawa Timur yang mendapat 132 emas, 138 perak, dan 135 perunggu.
Dalam pidatonya ketika secara resmi menutup PON, Gubernur Jawa Barat, Ahmad Heryawan, menyebut PON berlangsung sukses dan hanya ada riak-riak kecil, yang mengganggu jalannya pesta olahraga se-Indonesia itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Gubernur bilang tak ada masalah, itu berbeda dengan fakta di lapangan. Buktinya ada banyak daerah yang banyak melakukan boikot," kata Allan dalam perbincangan dengan detikSport.
"Dia mendapatkan laporan dari mana, jangan menutup mata. Media juga sudah mem-blow up. Apakah puas karena Jabar sudah mendapatkan 200 medali?" sahutnya lagi.
"Mereka bisa mendapatkan sebanyak lebih dari 200 medali emas itu tidak mungkin. Indikatornya perolehan medali mereka dalam empat PON terakhir," tambahnya.
Pada cabang olahraga yang diikutinya, Allan merasakan sendiri masalah-masalah yang timbul. Pada halaman Facebook miliknya, Allan menyebut ada praktik kecurangan di cabor sepatu roda dengan cara meminta jatah medali.
"Apa yang saya sampaikan itu apa yang terjadi di lapangan. Sebagai salah satu atlet paling senior di sepatu roda, sudah capek untuk menutup-nutupi. Ada permintaan, bahwa Jabar meminta jatah emas sejak di PON Riau atau sepatu roda tidak akan dipertandingkan," ungkap Allan.
"Jabar meminta lima emas atau pembatasan umur di PON kali ini. Pada prosesnya, disepakati bahwa Jabar akan mendapatkan lima emas tanpa ada pembatasan umur. Kalau saya lebih memilih pembatasan umur, karena PON merupakan muara pembinaan dari daerah-daerah."
"Saat upacara penyerahan medali emas Jateng, disetop. Sampai akhirnya ada keputusan juara bersama dengan Papua. Kami sempat protes, tapi sampai ada ancaman fisik. Ini sudah di luar sportivitas," ucapnya.
Allan juga menyoroti pencatatan waktu cabang sepatu roda yang dilakukan secara manual. Padahal di level Kejurnas (Kejuaraan Nasional) sudah menggunakan transponder.
"Pemakaian transponder sebagai alat pencatat waktu itu bisa di lakukan dengan cepat, karena biasa juga dilakukan di kejurnas. Dengan pencatatan waktu manual pasti ada perubahan dari panitia, bisa dimainkan."
[Baca Juga: Tak Siap Gunakan Peralatan Otomatis, Sepatu Roda Pakai Pencatat Waktu Manual]
"Saya sudah sejak tahun 2000 ikut PON, bahwa ini merupakan PON paling buruk memang iya. Sebenarnya, Riau juga sama-sama buruknya," imbuhnya.
Di balik keluh kesahnya soal penyelenggaraan cabang sepatu roda PON, Allan berharap kondisi serupa tidak terulang lagi di PON 2020 Papua. Dia berharap PON 2020 akan menjadi awal yang baru.
"Untuk PON berikutnya, semoga tidak ada tindakan seperti ini lagi, meminta medali, permainan waktu, wasit yang tidak netral. Kalau masih ada seperti itu, sebaiknya PON tidak usah diadakan lebih dulu," harapnya menutup perbincangan.
DetikSport mencoba mengonfirmasi beberapa pihak terkait soal tudingan Allan Chandra ini. Panitia Inti Cabang Olahraga Sepatu Roda PON 2016, Ary Prasetyo, menolak berkomentar. "Kalau soal hal itu bisa langsung ke pihak KONI Daerah," ucap Ary.
Sementara itu technical delegate cabang olahraga sepatu roda PON 2016, Firdy Ahmad Firdaus, juga tidak bisa dihubungi.
(cas/din)