Dimulai sejak 17 September, PON XIX/2016 Jawa Barat akhirnya tuntas. Adalah Jawa Barat yang menduduki posisi puncak klasemen multievent nasional, diikuti Jawa Timur di posisi dua dan DKI Jakarta di urutan tiga.
Namun tak bisa dimungkiri bahwa pesta olahraga empat tahunan itu juga sempat diwarnai dengan berbagai insiden baik yang terjadi di dalam lapangan maupun di luar lapangan. Dimulai dari adu jotos aparat dengan atlet, wasit dengan pelatih, hingga protes kontingen dalam pertandingan karena merasa diperlakukan tidak adil.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memang tidak mudah untuk mengelola PON dengan mobilisasi di 16 kota. Sebab, saat di PON Riau 2012 saja tidak sampai sebanyak itu penyebaran kotanya. Yang kedua, seandainya ada pernak pernik itu tentu menjadi catatan kami, dalam arti tidak mungkin kan dalam satu PON ke PON berikutnya setiap masalah akan dibiarkan begitu saja, tentu kami akan evaluasi. Meski hingga kini kami akui belum ada formula yang clear tapi arahnya sudah jelas bahwa the next PON itu harus inline dengan di atasnya," ungkap Gatot.
Gatot menyoroti beberapa persoalan yang muncul terkait gelaran PON seperti pembatasan umur, pembatasan cabor-cabor yang dipertandingkan, hingga transfer atlet. Beragam hal yang memunculkan masalah itu sebenarnya sudah ada aturannya, hanya saja tidak dijalankan dengan baik oleh KONI.
"Memang selama ini sudah ada peraturan KONI, tetapi sayangnya peraturan tersebut tidak dilaksanakan dengan baik oleh KONI," kata dia.
KONI dalam hal ini, disebut Gatot, kurang berkonstribusi atau kurang konsisten dalam menerapkan peraturan terutama terkait nomor pertandingan yang dipertandingkan dalam PON ke-19 ini. PON Jabar yang mempertandingkan 756 nomor pertandingan dari 44 cabor, sementara pada PON 2012 Riau, hanya ada 600 nomor pertandingan dari 40 cabang yang dipertandingkan. Itu artinya telah terjadi peningkatan sekitar 26 persen pada dua PON terakhir.
Begitu soal jumlah cabor. Menurut Gatot, sudah seharusnya jumlah cabor yang akan dipertandingkan pada PON 2020 menyambung dengan layer-layer yang di atasnya.
"Esensi PON memang untuk mempersatukan karena history-nya memang di situ. Tetapi juga harus mempertimbangkan dengan kondisi terkini karena persaingan sudah sangat ketat sekali. Jadi jangan pestanya saja, tetapi esensi kualitasnya prestasinya juga penting," Gatot menjelaskan.
Di luar itu, Gatot sendiri menilai harusnya tidak semua masalah dilimpahkan kepada Pengurus Besar PON, karena cabor sendiri sejatinya ikut berkontribusi.
"Artinya mereka tidak dalam konteks melakukan pengawasan di cabor masing-masing. Belum lagi kualitas wasit, lalu soal edukasi kepada pendukungnya. Karena itu, kami di Deputi IV, setelah Peparnas akan evaluasi supaya the next-nya PON akan punya gambaran. Apalagi setelah ini akan ada RDP (Rapat Dengar Pendapat) dan kami yakin meski yang dibahas hanya anggaran, tapi kami yakin pasti akan ditanya juga bagimana evaluasi Kemenpora terhadap PON dan evaluasi terhadap Olimpiade, dan serta the next PON Papua itu seperti apa," pungkasnya. (mcy/din)