Cabor Keluhkan Terbatasnya Kuota Atlet, Ini Tanggapan Satlak Prima

Cabor Keluhkan Terbatasnya Kuota Atlet, Ini Tanggapan Satlak Prima

Mercy Raya - Sport
Selasa, 08 Nov 2016 05:55 WIB
Foto: Achmad Sutjipto (paling kiri)
Jakarta - Terbatasnya jumlah atlet yang masuk Program Indonesia Emas dikeluhkan oleh sejumlah cabang olahraga. Mereka menilai apa yang dilakukan Prima terkait keterbatasan anggaran yang diterima Satlak Prima.

Jika biasanya atlet-atlet yang diterima Prima sebanyak 150 sampai 200 persen, tahun ini Satlak Prima hanya memberikan kuota atlet 100 persen.

"Kami menyodorkan 16 atlet untuk masuk, tetapi kuota yang diberikan oleh Satlak Prima hanya 12 atlet. Enam atlet untuk nomor disiplin kyorugi dan sisanya untuk nomor poomsae. Itu kan hanya 100 persen, padahal biasanya itu yang diterima sekitar 150-200 persen (jumlah utama ditambah pelapis)," kata Ketua Harian Pengurus Besar Taekwondo Indonesia (PB TI) Zulkifli Tanjung saat dihubungi detikSport Senin (7/11/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Padahal, kata Zulkifli, pelapis bisa memudahkan mencari pengganti jika sewaktu-waktu ada atlet yang cedera. "Mereka alasannya itu karena anggaran, yang kedua berdasarkan tim talent scouting Satlak Prima," lanjutnya.

Hal yang sama diungkapkan manajer angkat besi, Alamsyah Wijaya. Angkat besi menyodorkan 17 atlet, yang terdiri dari 13 atlet senior dan 4 atlet junior. Namun, ditolak Satlak.

"Mereka bilang tidak bisa karena jatah kami hanya 13 atlet saja. Padahal target kami itu bukan hanya Asian Games saja, tetapi ada Youth Olympic Games," kata Alamsyah.

Menanggapi keluhan itu, Ketua Satlak Prima Achmad Sutjipto mengatakan, Satlak Prima tidak lagi menggunakan program kuota karena merupakan program lama. Sebaliknya, mereka memanfaatkan program baru yang disebutnya podium pathway. Adalah siklus olimpik dengan alur pembinaan jangka panjang dan pertandingan multievent SEA Games 2017, Asian Games 2018, SEA Games 2019, dan kemudian Olimpiade 2020 sebagai tolok ukurnya.

"Jadi semua atlet itu punya alur pembinaan selama empat tahun ini. Mereka dibina dan memiliki target tertentu di setiap multievent-nya yang sudah kami susun dalam template meritokrasi atlet," jelas Sutjipto.

Program ini juga menyesuaikan dengan makna dari Prima yang merupakan pengelola atlet-atlet elite atau andalan.

"Apa itu atlet andalan? Adalah atlet yang siap bertanding untuk merebut medalinya orang lain. Jadi perfomanya sudah jelas. Pun jika ada pelapisnya, tentu juga harus siap bertanding dan punya podium pathway. Tapi yang selama ini kan tidak ada," kata Sutjipto di Kantor PP Itkon, Senayan.

Soetjipto menjadikan cabang atletik sebagai contoh. Setidaknya ada lima atlet yang memiliki kualitas yang hampir sama. Seperti Iswandi, Yudi Nugroho, Fadlin, dan dua atlet lainnya di 100 meter dan 4x100 meter, itu setara semua. "Itu artinya, kan ada beberapa cabang yang punya, tetapi ada juga yang tidak ada," katanya.

Wakil Ketua Satlak Prima, Lukman Niode, menyatakan bahwa Satlak Prima telah melakukan koordinasi dengan induk-induk cabang olahraga sejak sebelum PON maupun setelahnya.

"Kepada cabor kami sudah informasikan sebelumnya bahkan sebelum PON. Setelahnya pun kami juga sudah beritahu. Jika ada atlet elite sodorkan ke kami, dan mana porto folionya," kata Lukman menjelaskan.

Terkait anggaran, Sutjipto mengatakan bahwa anggaran menyesuaikan dengan jumlah atlet yang akan dibina. Tahun 2017, pemerintah sudah memagu anggaran buat Satlak sebesar Rp 500 miliar. "Dulu itu kita ada 507 atlet dan 199 pelatih dari 28 cabang olahraga perorangan. Itu belum ditambah dengan cabang beregu seperti sepakbola, voli, dan cabang beregu lainnya," jelasnya.

"Nah sekarang itu atletnya hanya 316 atlet dan jumlah itu adalah atlet-atlet yang memiliki indikasi medali. Yang tidak punya indikasi akan kami ganti dengan yang muda-muda, dan berpeluang selama empat tahun. Supaya tidak kosong. Jadi tidak bisa dibilang kami tidak memikirkan jangka panjang. Kita ada. Tapi mereka bukan cadangan. Mereka siap bertanding," pungkas Soetjipto.

(mcy/mfi)

Hide Ads