"Kami hidup dalam negara terpanas di dunia, so menutup leher sampai kepala menjadi sebuah tantangan. Buat para wanita, berlari 3 kilometer dalam suhu tersebut sangat mencekik."
Begitulah curahan hati (curhat) Manal Rostom, perempuan 37 tahun dari Mesir yang gemar berolahraga alam bebas. Rostom adalah pelatih lari yang tercatat sebagai perempuan Mesir berhijab pertama yang mendaki Gunung Everest. Dia juga pendiri komunitas Surviving Hijab.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Amna Al Haddad, seorang lifter dari Uni Emirat Arab, memiliki persoalan lain. Dia mengeluhkan sulitnya menemukan hijab yang pas saat mengikuti kejuaraan. Atlet yang menjadi kontestan Olimpiade 2016 Rio de Janeiro itu cuma punya satu hijab yang dirasa pas dan nyaman.
Nike merespons persoalan-persoalan atlet berhijab itu dengan cepat. Mereka merencanakan merilis hijab instan dengan kelebihan yang diklaim bakal membuat seorang atlet berhijab bisa tampil lebih maksimal.
Pada 7 Maret 2017, Nike mengumumkan bakal merilis Nike Pro Hijab pada musim panas tahun 2018.
"Gerakan ini merespons tanggapan internasional pada tahun 2012, ketika seorang pelari berjilbab mengambil panggung global di London," demikian pernyataan Global Nike Megan Saalfeld seperti dikutip English Al Arabiya.
Kalimat Saalfeld itu merujuk kepada penampilan pelari perempuan Arab Saudi, Sarah Attar, di nomor 800 meter. Dia menjadi sorotan pada Olimpiade 2012 London karena tampil dengan hijab.
![]() |
"Sejak itu kami bekerja dengan Amna dan beberapa atlet lain untuk melihat apa yang mereka butuhkan dan inginkan saat tampil dengan hijab. Setelah itu kami mengetahui kalau mereka butuh hijab yang ringan dan sirkulasi udaranya bagus, dan tak mudah bergeser," Saalfeld.
Nike menyebut Nike Pro Hijab itu dibuat dari bahan polyester yang ringan dan fleksibel, memiliki lubang-lubang kecil di kepala untuk melancarakan sirkulasi udara, serta tidak mudah bergeser dan berkerut saat dipakai.
Selain itu, Nike Pro Hijab juga telah merencanakan warna yang bakal diluncurkan. Mereka memilih warna-warna netral, yakni hitam, abu-abu, dan obsidian.
Kalau Nike dan Rostom sama-sama berada dalam simbiosis mutualisme, sama-sama untung, ada pihak lain yang melihat peluncuran hijab oleh Nike berimbas terhadap hal yang lebih luas. Ada dua alasan utama hingga rencana peluncuran Nike Pro Hijab itu menjadi kontroversi.
Pertama, Nike bukanlah produsen apparel biasa. Nike adalah produsen apparel raksasa. Sudah begitu, Nike bermarkas di Amerika Serikat.
Rencana itu pun memicu kegaduhan. Ada yang mendukung keputusan Nike, ada pula yang merespons dengan negatif.
Mereka yang tak setuju, bahkan sampai memboikot produk Nike, menilai dengan meluncurkan Nike Pro Hijab, Nike telah mendukung penindasan terhadap kaum wanita. Selain itu, Nike dinilai telah mengomersialisasikan hijab.
Sementara Amna yang berharap besar terhadap produk Nike, menilai wajar kalau Nike memanfaatkan pasar baru. Sebab, kebutuhan wanita berhijab hanya salah satu dari sekian banyak potensi pasar yang ada.
![]() |
Selain itu, Amna yang jadi konsultan Nike Pro HIjab, menilai respons Nike dengan menyediakan hijab untuk atlet elite sekaligus jadi kesempatan para perempuan untuk memperjuangkan hak memakai penutup kepala dalam setiap turnamen.
Para atlet wanita itu diyakini bisa lebih mudah untuk mendapatkan kedudukan setara saat tampil di tengah gelanggang. Selain itu, mereka sekaligus membangun budaya baru agar tak ada lagi halangan bagi perempuan untuk berolahraga, baik menjalaninya sebagai hobi ataupun profesional.
"Saya mendukung semua wanita muslim, baik yang memakai jilbab maupun tidak. Tapi, dengan adanya 'Nike Pro Hijab' itu tentunya akan mendorong generasi atlet baru untuk terjun ke olahraga yang profesional," imbuh dia.
(fem/din)