Pada rapat Koordinasi Komite Asian Games ke-6 pada 4-5 Maret lalu, Dewan Olimpiade Asia bersama Panitia Penyelenggara Asian Games 2018 memutuskan untuk mempertandingkan 484 nomor dari 42 cabang.
Namun, keputusan itu terpaksa diubah. Hal itu dipastikan saat Ketua Dewan Pengarah Asian Games Jusuf Kalla, menggelar rapat koordinasi persiapan pelaksanaan ajang empat tahunan itu bersama Menpora Imam Nahrawi, Menko PMK Puan Maharani, dan INASGOC.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Satlak Prima pun bertugas untuk menyiasati masalah sukses prestasi pun harus mengkaji ulang cabor-cabor yang akan dipertandingkan dan berpotensi medali. Kendati INASGOC bersama-sama OCA yang akan memutuskan.
Ketua Satlak Prima, Achmad Soetjipto, menerangkan bahwa ada cabor-cabor yang tak bisa dipangkas. Cabor yang dipertandingkan di Olimpiade wajib digelar. Cabor-cabor regional Asia (yang tidak termasuk olimpiade) masih bisa dihilangkan. Sementara tiga cabor usulan Indonesia (approval sports), yaitu bridge, paragliding, dan jetski, dipastikan aman.
"Cabor approval itu kita yang mengusulkan kok dan akhirnya disetujui OCA. Medali kita ada di sana. Sementara yang olympic tidak bisa karena sudah amanah dari Internasional Olympic Committee. Jadi kemungkinan yang dinegosiasikan adalah cabor-cabor non-olympic," kata Soetjipto ketika ditemui di Gedung PP ITKON Kemenpora, Senayan, pada Senin (20/3/2017).
Kendati begitu, kata Tjip, pengurangan ini tidak akan mengganggu peraihan medali emas di Asian Games. Mengingat cabor yang berpeluang emas adalah 20 cabor. Jumlah cabor itu antara lain atletik, panahan, bulutangkis, angkat besi, karate, dayung, menembak, sport climbing, selancar, taekwondo, dan voli pantai.
"Tapi ini kan sangat dinamis. Sehingga pengurangan cabor ini belum tentu akan mempengaruhi peluang. Karena marginnya sangat tipis. Tapi tentu kami melakukan yang namanya performance tracking, terus menerus dengan mengacu pada rekor menang-kalah dalam satu tahun. Lalu melihat hasil profil masalah fisik dan teknik," ungkapnya.
Tak hanya itu, Satlak Prima juga akan memeriksa rekam jejak kesehatan si atlet. Kemudian mengukur dan membandingkan perfoma atlet pesaing dengan atlet tanah air. Apakah melesat atau tidak, dan apakah atlet Indonesia bisa mengejarnya atau tidak.
"Hal itu semua biasanya baru keliatan dalam satu bulan sebelum hari besarnya ," tukas dia.
(mcy/cas)