Sebayak 18 taekwondoin berkonsentrasi melakukan instruksi duo pelatih beda bangsa, Rahmi Kurnia dan Le Sun Jae, Selasa (11/4/2017). Kadang diminta melakukan tendangan, kadang pukulan.
Latihan itu menjadi agenda rutin pagi dan sore. Tempatnya tak berpindah-pindah. Mereka menggenjot persiapan menuju SEA Games 2017 Kuala Lumpur itu di Pusat Pemberdayaan Pemuda dan Olahraga Nasional (PP PON) Kemenpora di Cibubur Jakarta Timur.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun, beban dapur PB TI makin berat belakangan ini. Mereka bukan hanya harus menyiapkan akomodasi dan konsumsi untuk tujuh taekwondoin binaan sendiri, tapi juga para atlet pelatnas yang masuk daftar Surat Keputusan Satlak Prima.
![]() |
Jatah dana operasional pelatnas macet selama tiga bulan terakhir. Begitu pula dengan uang saku atlet.
Untuk urusan akomodasi dan konsumsi, PT TI mengakali dengan dana talangan. Tapi, ternyata persoalan bukan hanya itu. Perlengkapan dan peralatan latihan juga ngawur, tidak pas dengan kebutuhan para atlet.
Menurut Rahmi peralatan latihan yang datang ke pusat latihan taekwondo terlambat setahun. Maka, ukuran dan kebutuhannya sudah tak sesuai dengan para pemain yang mengisi pelatnas. Itu tak cuma terjadi tahun ini, tapi sejak 2013.
"Sampai tahun ini pun kami sudah memberikan usulan untuk peralatan yang dibutuhkan, tapi yang datang Februari kemarin justru merupakan peralatan usulan dari 2016. Padahal, tahun ini ada beberapa peralatan yang spesifikasi beda," kata Rahmi.
Peralatan yang didapatkan dari Satlak Prima cukup banyak. Di antaranya, target tendangan (bantalan) sebanyak 16 buah, hugo manual 12 buah, pelindung tangan 12 buah, pelindung gigi 12 buah, pelindung kemaluan untuk putra 10 buah dan 6 buah untuk putri, kemudian pelindung kaki 12 buah, samsak 4 buah, pelindung kepala 12 buah, dan kostum untuk kyurogu (tarung) 10 buah dan poomsae (seni) 6 buah.
![]() |
"Seperti kostum itu kan karena usulannya tahun lalu akhirnya ada yang beda, ada yang kebesaran, dan tendangan target baru dipakai dua hari sudah rusak," sesal Rahmi.
Ketua Umum PB TI Marciano Norman akhirnya merogoh kocek sendiri untuk memenuhi lubang-lubang yang ada. Kecuali urusan uang saku atlet.
"Kehidupan mereka ditalangi oleh PB TI. Cuma kalau uang saku enggak. Tapi fasilitas di sini, dimulai dari kolam es (untuk pendinginan), atau refresing atau nonton kan ada hari-hari tertentu kami nonton bareng, itu diakomodir kita," kata Rahmi.
"Untuk gaji pelatih asing juga diambil alih sama PB TI selama tiga bulan terakhir," tutur dia.
Gaji pelatih asing yang masuk dalam Prima sebesar Rp 60 juta rupiah. Khusus di PB TI, pelatih asing dibayar dengan menggunakan kurs dollar plus dipotong pajak.
Rahmi menyadari kondisi latihan yang seperti ini sejatinya tidak lebih baik dari persiapan sebelumnya. Namun, dia berusaha memotivasi atletnya agar tidak terlalu memikirkan materi tapi berfokus kepada prestasi.
"Kalau dibilang lebih buruk sepertinya iya. Tetapi, saya selalu menekankan untuk para atlet agar jangan uang yang menjadi tujuan utama tapi tunjukkan prestasi mereka akan menghargai prestasi yang kalian berikan," imbuh Rahmi.
(mcy/fem)