Ya, di dalam gedung tenis meja, Gelora Manahan, Solo, Adyos bersama sekitar tiga puluhan atlet lainnya tengah berlatih dalam rangka persiapan Asean Para Games Malaysia, September mendatang.
Ada delapan meja latihan yang dibagi dalam dua sisi ruangan, enam sebelah kanan dan dua sebelah kiri. Semua itu digunakan untuk para atlet tenis meja menggembleng diri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
"Ya, tetap latihan lah, diterima saja dan jadi pelajaran," kata Adyos usai latihan.
Adyos memang berusaha menjalani hukuman dengan caranya sendiri. Dia menikmati walau akhirnya harus menghilangkan kesempatan mengikuti dua kejuaraan internasional level dunia untuk meningkatkan peringkat dunianya saat ini. "Memang hilang kesempatan karena harusnya saya ke Barcelona dan Slowakia (kejuaraan dunia). Waktu itu saya masih 20 besar dunia, tapi kalau tidak ikut kejuaraan kan otomatis semakin turun peringkatnya karena poinnya terambil," ujarnya.
Namun, bagi Adyos tidak ada alasan untuk menyerah. Apalagi masa hukumannya akan segera berakhir empat bulan lagi. Dengan begitu, dia masih bisa mengikuti Asean Para Games 2017 di Malaysia, yang akan berlangsung September nanti.
"Masih bisa turun (Asean Para Games) kan sebentar lagi sudah selesai masa hukumannya. Kita happy saja latihan di sini, toh sparring partner juga ada, teman juga yang terbaik, jadi setiap hari latihan," kata pria kelahiran Namlea, 1 Januari 1968 ini.
Kebetulan selalu ada acara bulanan yang sudah direncanakan dia dan rekan-rekan atlet tenis meja lainnya sehingga masalah jenuh latihan bisa teratasi. Adyos dan rekan-rekannya biasanya memancing atau bermain biliar. "Nah, untuk dananya biasanya karena teman-teman berhubungan di facebook jadi setiap bulan pasti ada yang berulang tahun, jadi dia yang bayar hahahaha,"
"Ulang tahun biasanya membawa berkah tetapi di sini jadi bencana. Apalagi gajian kemarin kan belum turun,"katanya kemudian tertawa.
Dianggap Idola dan Kapten di Kesebelasan Keluarga
Adyos Astan memang bukan seperti atlet-atlet pada umumnya. Dia atlet difabel yang harus menjalani hidupnya dengan bergantung pada alat bantu. Divonis polio di usia dua tahun, Adyos harus menggunakan kursi roda untuk melanjutkan hidupnya.
Bukan hal mudah bagi seorang anak di usia belia. Dia sering diejek oleh teman-temannya karena kondisinya yang terbatas dan membuatnya minder. Beruntung, dia memiliki orang tua dan seorang kakak dan empat orang adik yang selalu mendukungnya untuk tetap menjalani hidup.
![]() |
"Ya awal-awal waktu duduk di Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sempat merasa rendah diri. Tetapi masuk Sekolah Menengah Atas (SMA), saya belajar dengan siswa lain yang normal mulai terbiasa karena kepercayaan diri saya tumbuh setelah nilai mata pelajaran yang saya dapat lebih bagus dibanding siswa-siswa normal," cerita Adyos.
"Dari situ lalu muncul kepercayaan diri saya yang semakin tinggi sampai kuliah. Selain itu, orang tua juga selalu memberikan dukungan penuh. Mereka membesarkan hati saya agar punya kepercayaan diri, meski ada teman-teman di lingkungan yang masih juga usil," lanjutnya.
Meski memiliki kekurangan, di mata keluarganya Adyos bak kapten dalam kesebelasan sepakbola. Dia bahkan dijadikan idola oleh tiga orang anaknya. Hal ini karena sikap mandirinya yang dia perlihatkan sejak kecil.
"Di Keluarga saja satu-satunya penyandang disabilitas dari enam bersaudara. Tapi mereka tidak pernah minder, malah justru saya sekarang sering dianggap, misal kesebelasan sepak bola, saya adalah kapten,"
"Mungkin karena saya dari dulu memang tidak mau dibantu dan selalu ingin berusaha mandiri. Saya tidak ingin merasa dikasihani Tapi itu tidak gampang dan melalui proses yang panjang."
Begitu juga dengan keluarga kecil Adyos, di mata anak-anaknya, Adyos adalah seorang idola. "Mau percaya atau tidak, anak saya menganggap saya adalah idola," sebutnya sembari memperlihatkan foto-foto kebersamaan dia dengan tiga anak dan istrinya Dewi."
Adyos memang tidak ingin keterbatasannya menjadi halangan untuk dirinya melanjutkan hidup. Dia juga ingin menjadi inspirasi bagi orang-orang sseperti dirinya yang memiliki keterbatasan.
"Saya ingin selalu memberikan motivasi bagi teman-teman sesama penyandang disabilitas. Kita itu sebenarnya mampu kalau mau berusaha. Saya kumpul mereka dan kasih motivasi. Karena saya tahu mereka (atlet penyandang) itu umumnya punya banyak ide. Tapi banyak yang tidak berani melakukannya karena secara fisik terbatas."
Mimpi Tembus Paralimpiade
Tenis meja menjadi hobi Andyos sejak dirinya masih kecil. tak pernah sekalipun dia berpikir untuk menjadi atlet, semua dilakukan dia hanya untuk senang-senang dan mengisi waktu luang dengan berolahraga. Tapi siapa nyana, ketika dirinya duduk di bangku kuliah, justru adan dosen dan temannya yang mengajak untuk mengikuti turnamen.
Rupanya dari coba-coba itu, pria berusia 49 tahun itu berhasil menorehkan prestasi bagus. Dia meraih medali perak di kejuaraan bertaraf nasional.
![]() |
"Semuanya berawal dari hobi. Tidak ada niat saya untuk menjadi atlet. Tapi saat ikut kejuaraan level nasional saya dapat peringkat 2 karena kalah pada final. Itu tahun 1993. Levelnya PORCANAS, Pekan Olahraga Cacat Nasional sebelum akhirnya jadi Peparnas. Sejak itu, jadi pengen lebih serius," kata Adyos.
Latihan demi latihan dia lakukan, hingga beberapa gelar juara dia berhasil dapatkan di level nasional hingga internasional. Sayang, dari sekian prestasinya, Adyos belum sekalipun menjajal paralimpiade.
"Kalau prestasi, saya prinsipnya kalau masih bisa, kenapa tidak. Saya punya angan-angan untuk terus berprestasi. Saya juga masih berharap bisa berprestasi di Paralimpiade karena itu cita-cita semua atlet ya," kata peraih medali emas Asean Paragames Myanmar 2013 dan Singapura 2015 ini.
"Sebelumnya saya belum masuk kualifikasi. saya terbatas pada peringkat, rangking. Mereka kan cari peringkat sekitar 18 besar dunia. Sebenarnya waktu di London peringkat saya sudah masuk 12 besar dunia. Tapi mungkin saya tidak perhatikan, jadi saya tidak bisa ikut. Padahal itu impian semua atlet," sesalnya.
Lebih dari itu, Adyos juga memiliki mimpi lain utamanya dalam hubungan sosialnya.
"Kalau dilihat dari sisi keluarga dan prestasi olahraga, saya boleh dibilang cukup berhasil. Tapi saya masih merasa kurang. Saya ingin terus memotivasi para penyandang disabilitas seperti saya. Saya ingin jadi inspirasi buat mereka. Agar para penyandang disabilitas punya prestasi juga dalam hidup mereka," ujarnya.
"Ya, sekarang sih masih proses semua. Saya juga masih harus menjalankan usaha saya, juga masih menekuni sebagai atlet. Saya melakukannya juga sambil memperhatikan kelarga. Mungkin nanti akan lebih fokus setelah pensiun sebagai atlet tenis meja paragames. Tapi saya masih menikmati dululah sebagai atlet," tutupnya.
(mcy/mrp)