Pukulan keras berulang-ulang belum juga membangunkan para pemegang kebijakan untuk membangkitkan prestasi olahraga Indonesia. Sekali lagi, Indonesia mengulang prestasi terburuk di SEA Games dengan (berpotensi) finis di urutan kelima dan dengan jumlah medali emas paling sedikit sepanjang sejarah.
Menilik medali emas yang didapatkan, Indonesia juga sekali lagi gagal memenuhi target yang dicanangkan. Pemerintah, Satlak Prima, dan Komite Olimpiade Indonesia (KOI) mematok target 55 medali emas di SEA Games 2017. Padahal pada hari terakhir, Rabu (30/8/2017), hanya ada tujuh nomor final yang dipertandingkan. Andai Indonesia bisa merebut semua medali emas di nomor tersisa pun, total raihan emasnya hanya akan mencapai 45 emas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
"Wajar kita semua prihatin dengan hasil ini dan saya pun harus mohon maaf. Saya bertanggung jawab terhadap ini semua dan sudah barang pasti ini akan menjadi evaluasi total kami," ujar Menpora Imam Nahrawi di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (29/8/2017).
[Baca Juga: Target di SEA Games 2017 Tak Tercapai, Menpora Minta Maaf]
Situasi tersebut, gagal memenuhi target medali emas dan finis di urutan kelima, serupa benar dengan dua tahun silam. Dalam SEA Games 2015 Singapura, Indonesia bahkan hanya meraih 47 medali emas dan finis di urutan kelima. Sebelum berangkat, Indonesia mematok target 82 medali emas yang kemudian direvisi menjadi 68 emas tepat sebelum berangkat.
Reaksi Menpora waktu itu juga sama. Dia berjanji akan melakukan evaluasi besar-besaran, tak hanya evaluasi untuk PB dan PP cabor tapi juga KONI, KOI, dan Satlak Prima.
"Ya, saya akan bertanggungung jawab secara terbuka apa sesungguhnya yang akan dievaluasi, apakah model rekrutmennya, atau sistemnya, degradasi promosi, atau mungkin ada koordinasi antar stakeholder olahraga. Bagaimana antara pemerintah, KONI, KOI, PB, dan Satlak Prima, dan sebagainya. Itu yang akan menjadi bahan evaluasi nanti," kata Menpora pada 17 17 Juni 2015.
[Baca Juga: Indonesia Peringkat ke-5 di SEA Games, Menpora Akan Bertanggung Jawab Secara Terbuka]
Ketua Umum KOI dan Satlak Prima Juga Bukan Sosok Baru
Sejatinya bukan hanya Menpora yang memiliki pengalaman menerima hasil kurang oke di ajang multievent. Dalam menghadapi SEA Games 2017 Kuala Lumpur ini, Menpora didukung oleh sosok-sosok yang berpengalaman mengurus sebuah kontingen Indonesia ke pesta olahraga antarbangsa.
Ketua umum KOI, Erick Thohir, dan Ketua Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima), Achmad Sutjipto, bukanlah wajah baru. Tapi mereka justru memiliki rekam jejak dengan noda untuk prestasi olahraga Indonesia.
![]() |
Erick adalah ketua kontingen Indonesia ke Olimpiade 2012 London. Presiden Inter Milan itu untuk pertama kalinya Indonesia gagal meraih medali emas setelah tradisi dibangun mulai 1992.
Achmad Sutjipto atau yang akrab disapa Tjip pernah menjabat sebagai Komadan Program Atlet Andalan (PAL). PAL dibentuk sebagai implementasi UU No 3 Tahun 2005, Tentang Sistem Keolahragaan Nasional, dan menyikapi menurunnya prestasi Indonesia pada berbagai multi event baik regional maupun internasional yang berjalan mulai 2008 sampai 2012.
Menangani PAL pada periode tersebut, Satlak Prima memberikan hasil mengantarkan kontingen Indonesia pada urutan ketiga SEA Games 2009 alias naik satu peringkat ketimbang SEA Games 2007 (peringkat keempat), meskipun jumlah total medali emas yang dibawa pulang menurun (dari 56 emas menjadi 43 emas, tapi jumlah cabang olahraga yang dipertandingkan juga turun). Kemudian, Indonesia menjadi juara umum pada SEA Games 2011 di Jakarta dengan perolehan 182 medali emas.
CdM SEA Games 2017 Kuala Lumpur ini, Aziz juga bukan muka baru di olahraga Indonesia. Aziz yang merupakan politisi Partai Golkar dan Ketua Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia itu adalah Ketua Umum (Ketum) Pengurus Pusat Persatuan Cricket Indonesia (PP PCI).
Bisa jadi penyokong kerja para petinggi itupun bukanlah orang-orang yang sedang belajar, tapi sudah kenyang pengalaman mengurus olahraga.
(fem/krs)