"Mengurus Olahraga Harus Siap di-Bully"

"Mengurus Olahraga Harus Siap di-Bully"

Mercy Raya - Sport
Rabu, 06 Sep 2017 14:50 WIB
Menpora Imam Nahrawi (Muhammad Ridho/detikSport)
Jakarta - Imam Nahrawi sadar betultak mudah mejadi menteri pemuda dan olahraga. Karena itu, dia siap menerima apapun risikonya, termasuk di-bully masyarakat Indonesia.

Saat ditunjuk sebagai Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) oleh Presiden RI Joko Widodo dua tahun lalu, Imam mengatakan jabatan menteri yang dipegangnya bukan jabatan yang mudah. Dia menyebut jabatan itu sebagai beban berat, apalagi dia dipilih tanpa pengalaman organisasi keolahragaan.

Apalagi, olahraga Indonesia sedang naik turun dan diwarnai sejumlah masalah. Di antaranya, seperti dualisme kepengurusan cabang olahraga, anggaran minim untuk membiayai agenda rutin multievent di level nasional hingga Olimpiade.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Di sisi lain, tuntutan untuk Menpora sangat tegas. Atlet juara atau tidak.

"Mengurus olahraga memang tidak mudah butuh kesabaran, ketelatenan, dan juga harus mau di-bully," kata Imam dalam acara blak-blakan di markas detik.com pada Selasa (5/9/2017).

"Saya bersyukur dan berterimakasih kepada masyarakat yang mengkritik, bahkan ada yang mencibir dan mendesak. Tentu ini adalah kecintaan yang luar biasa dan kesadaran masif masyarakat akan pentingnya olahraga akan harga diri bangsa," Imam menambahkan ketika ditanya bagaimana dia menghadapi rundungan dari publik lewat media sosial.

Kemenpora sendiri sebenarnya memiliki rekan yang dapat membantu mengurai persoalan olahraga seperti KOI dan KONI, bahkan untuk masalah pembinaan atlet elite dia juga tak perlu pusing karena ada Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) dan sudah tertuang di Perpres No.15 tahun 2016.

Namun justru karena ada beberapa lembaga dan program itu membuat pengelolaan menjadi tumpang tindih. Jika atlet sukses, seluruh pihak bakal mengklaim kontribusi. Sebaliknya, jika gagal maka ada tradisi untuk saling melempar kesalahan dan sibuk cuci tangan. Selain sulit juara, banyak masalah yang muncul, di antaranya uang saku terlambat, uang akomodasi macet, peralatan latih tanding yang terlambat, dan uji coba yang tak ideal.

"Komunikasi, koordinasi, silaturahim, pertemuan formal maupun informal secara terus menerus kami lakukan. Termasuk memberi anggaran. Tetapi masing-masing ini betul-betul masih mengagungkan rasa keakuannya," kata Imam.

"Bagaimana posisi kementerian yang sesungguhnya lebih kepada regulator. Tapi di lain pihak ada yang menaungi cabor-cabor bernama KONI, yang mempersiapkan di dalam negeri. Tetapi juga ada KOI, yang kemudian dia punya anggota cabang. Mereka bertugas untuk mengantarkan atlet di kancah internasional. Tetapi ada juga kepanjangan tangan pemerintah untuk mengakomodir semua menuju kepelatihan perfoma tinggi namanya Satlak Prima, yang tugasnya memotret, melatih, dan inject atlet kita agar betul-betul dilakukan sport science yang baik.

"Nah, tapi di sisi lain ada PB/PP. Belum lagi PP/PB yang dualisme dan bernaung di KONI, KOI, belum lagi klub, atau atlet itu sendiri. Nah, mata rantai ini sangat panjang sekali. Ke depan saya akan coba memutus mata rantai ini," kata Menteri asal Bangkalan itu.

(mcy/fem)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads