Kemenpora dianggap terlalu boros dengan mengirimkan 533 atlet, membengkak lebih dari 100 persen dari rencana semula dari semula dipatok 220 atlet. Dengan skuat gemuk, Indonesia tak bisa berbuat apa-apa dengan hanya membawa pulang 38 medali emas dan finis urutan kelima.
Kemenpora bersikukuh keputusan pemberangkatan 533 atlet itu adalah keputusan mutlak Satlak Prima. Kemenpora juga tak memberikan tambahan dana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Makanya, angka anggarannya kontingen Indonesia pun tidak bergerak. Dari kami tetap memberikan Rp 30,5 miliar, sekalipun ada tambahan Rp 11 miliar itu anggaran dari Prima, bukan dari kami," ujar dia kemudian.
"Kami ingat Bapak Presiden Joko Widodo wanti-wanti agar mengirim cabang-cabang prioritas. Tapi kalau kami melanggar perintah Bapak Jokowi pasti anggaran Rp 30,5 miliar bertambah. Tapi ini kan tidak, justru anggarannya ditambah dari Prima karena ingin menjadikan SEA Games sebagai try out," tutur Gatot.
Situasi itu sangat kontradiktif dengan kesulitan keuangan yang menerpa Satlak Prima. Sejumlah cabang olahraga pelatnas mengeluhkan kesulitan dana akomodasi, peralatan latih tanding, dan uji coba yang tak ideal. Uang saku atlet juga terlambat dua kali.
Yang menggelikan, Satlak Prima adalah kepanjangan tangan pemerintah. Satlak Prima dibentuk Kemenpora setelah KONI, sebagai payung organisasi induk cabang olahraga nasional, dinilai tak mampu melakukan pembinaan atlet. Bahkan setelah Ketua KONI merangkap jabatan sebagai ketua Satlak Prima.
"Ya, ini jadi pelajaran buat kami di multievent selanjutnya. Makanya, untuk ASEAN Para Games 2017 sudah tak ada anggaran tambahan. Sekitar Rp 10 miliar," ucap dia.
(mcy/fem)











































