'Jangan Buru-Buru Bubarkan Satlak Prima'

'Jangan Buru-Buru Bubarkan Satlak Prima'

Mercy Raya - Sport
Senin, 09 Okt 2017 23:48 WIB
Ketua Satlak Prima Achmad Soetjipto (Foto: Rengga Sancaya)
Jakarta - Wacana pembubaran Satlak Prima dinilai terlalu terburu-buru. Pemerintah disarankan lebih dulu mengevaluasi secara keseluruhan untuk mencari di mana birokrasi yang tersumbat.

Satlak Prima kembali diwacanakan untuk dibubarkan menyusul buruknya hasil Indonesia di SEA Games 2017 Kuala Lumpur. Dari 55 medali emas dan perbaikan peringkat yang ditargetkan di SEA Games 2017, kontingen Indonesia hanya mampu meraih 38 emas dan finis di urutan kelima.

Kegagalan itu diiringi dengan munculnya keluhan pengurus cabang olahraga dan atlet soal keterlambatan dana akomodasi, uang saku atlet, peralatan latih tanding, dan uji coba. Kemenpora bertanggung jawab dengan mengakui keteledoran dan memecat personel yang bersangkutan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain itu, pemerintah sering menyebut bakal memotong birokrasi. Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebutkan wacana tersebut pada countdown atau hitung mundur Asian Para Games 2018 di Kemayoran, Jumat (6/10/2017). Oleh beberapa pihak, pemangkasan birokrasi itu dimaknai dengan pembubaran Satlak Prima.


Pengamat olahraga Tommy Apriantono menilai ribut-ribut soal pembubaran Satlak Prima tak tepat sasaran. Menurutnya, pemerintah harusnya mencari lebih dulu sumber hambatannya.

"Pandangan saya bahwa sekarang waktunya sudah tinggal beberapa bulan, kurang dari satu tahun (menuju Asian Games 2018), itu mau dibubarkan, sambil dengan alasan, birokrasi menjadi lebih panjang tanpa pernah dipastikan birokrasi itu macetnya di mana? Apakah di cabang olahraganya, apakah di Satlak Prima, atau di Kemenporanya," kata Tommy kepada detikSport, Senin (9/10/2017).

"Kan bisa saja semua (terlambat) di Kemenporanya, karena dari dulu sebelum ada Satlak Prima pun selalu terlambat. Nah, sekarang sebetulnya permasalahannya di mana, itu yang tak pernah dibuka," ujar dia kemudian.

Tommy juga menyarankan agar evaluasi melibatkan institusi independen.

"Misalnya perguruan tinggi yang memang benar-benar independen. Kemarin kan justru melibatkan kembali Dewan Pelaksana Prima yang anggotanya dari pihak mereka juga. Jadi jika mau harus yang independen. Jadi jangan buru-buru Satlak Prima dibubarkan. Evaluasi dulu secara keseluruhan. Apakah di cabor, Satlak Prima, atau Kemenporanya," kata dosen di Institut Teknologi Bandung ini.

"Yang kedua, saya juga heran kenapa Satlak Prima tidak membela diri. Harusnya bicara dan buka masalahnya di mana, bukan terima-terima saja. Itu namanya kan jadi tercoreng. Tapi bisa juga memang masalahnya di sana (Satlak Prima) akhirnya tidak mau terbuka," Tommy menambahkan.

(mcy/nds)

Hide Ads